Sebelum anda membaca tulisan ini, ada baiknya anda coba mencari gambar (images) di Google dan ketik keyword “Anak SMA”. Gambar apa saja yang akan muncul? Ya pasti anda bisa melihatnya sendiri bahwa gambar-gamber tersebut sebagian besar (bahkan hampir semua) menunjukkan pose wanita/gadis yang cukup menggoda birahi kaum Adam.
Kenapa saya memilih judul Anak SMA? Karena kita semua tahu (terutama bagi pria) bahwa remaja SMA adalah remaja yang paling sempurna baik itu dari bentuk tubuh ataupun wajah. Kalau boleh mengutip ucapan guru saya semasa SMA dulu: “gadis SMA adalah bagaikan bunga yang sedang mekar dengan indahnya”, maka tidak heran jika remaja putri SMA sering menjadi sasaran utama industri pornografi.
Degradasi moral gadis SMA kah? Atau justru para internet surfer yang telah mengalami dekadensi moral? Terlepas dari kedua pertanyaan tersebut, cukup menyedihkan mengingat kenapa sampai hati sang mbah Google menempatkan keyword “anak SMA” sebagai keyword yang bernuansa 17++.
Dilihat dari degradasi moral anak-anak SMA pun mungkin ada benarnya juga. Siapa yang mau menyangkal bahwa banyak anak gadis SMA sekarang yang banyak menggadaikan dirinya demi beberapa jumlah uang?. Berapa banyak berita yang kita temui di Koran mengenai kelakuan “bejat” anak SMA yang menjual dirinya hanya untuk membeli hal-hal yang tidak bisa dibelinya dari uang saku orang tuanya?
Sama dengan kasus di Mbah Google ini: Mereka rela berpose panas karena dibayar. Berdasarkan pengalaman berselancar di dunia maya selama bertahun-tahun dan mengadakan “penelitian” seadanya & sebisanya tentang motivasi dan source foto-foto panas remaja Indonesia dengan dibantu oleh seorang kawan yang banyak melintang di dunia underground photografi, motivasi utama model-model tersebut berani berpose seksi adalah motivasi uang pastinya. Sedangkan sumbernya bisa bermacam-macam, mulai dari pribadi, “bisnis esek-esek” atau bahkan pacar sendiri!. Dalam kasus ini saya pun tidak menyangkal bahwa saya pernah berkali-kali melihat gambar-gambar ini karena tanpa mengetahui gambar-gambar panas tersebut mustahil saya bisa menulis tulisan ini.
Secara finansial, kebutuhan jajan sehari-hari anak SMA tersebut tidak lebih dari jumlah uang saku yang diberikan orang tuanya. Namun yang masalah adalah saat ada internalisasi paradigma materialistik dan sekularistik yang tertanam dalam pola pikir anak-anak SMA tersebut.
Internalisasi sikap matrialistik dan sekularitas ini bisa bersumber dari berbagai hal, contoh yang paling sederhana adalah dari film sinetron yang banyak menonjolkan kemewahan dan ke-glamour-an. Faktor lainnya adalah usaha penyerapan sikap Modernisasi yang rancu dengan sikap Westernisasi. Atau faktor esensial yang banyak pihak tidak pernah menyadarinya adalah faktor orang tua dari gadis SMA itu sendiri.
Media elektronik memegang peranan paling utama dalam propaganda materialistik dan Westernisasi. Dengan menonjolkan kekayaan dan kepemilikan harta, media secara langsung telah melakukan proses internalisasi paradigma terhadap para pemirsa remaja putrinya. Proses internalisasi ini dilakukan secara terus-menerus dan kontinyu (ajeg) tapi disajikan dengan format dan konsep yang berbeda sehingga tidak menimbulkan kejenuhan pemirsanya.
Eksesnya cukup jelas: si remaja telah menjadi insan yang matrialistik dan bergaya ingin sok modern padahal apa yang dia tiru hanyalah sikap dari konsep westernisasi yang tentunya membutuhkan lebih banyak uang atau harta. Dengan kemampuan finansialnya yang relatif statis namun dengan kebutuhannya yang meningkat, maka otomatis remaja tersebut berusaha memperoleh tambahan uang. Dikarenakan belum mempunyai kemampuan yang memadai untuk melakukan pekerjaan apapun, maka remaja-remaja putri tersebut memanfaatkan “potensi” tubuhnya untuk dikomersilkan. Hasilnya adalah remaja putri yang bersangkutan berani untuk membuat foto-foto atau video panas karena memang menjanjikan uang yang tidak sedikit.
Orang tua seringkali adalah pihak yang paling harus dipersalahkan dalam komersialisasi seksual oleh anak-anak remaja. Kontrol orang tua sebagai pihak yang paling dekat, intim dan memahami karakteristik anaknya dirasakan sebagai hal yang paling “ampuh” dalam menanggulangi proses internalisasi matrialistik dan westernisasi ini.
Kenyataannya, justru banyak orang tua yang secara tidak langsung memperkuat internalisasi matrialistik-westernisasi kepada anaknya. Mereka (orang tua) memberikan hampir berapapun jumlah uang yang dibutuhkan anaknya untuk berbelanja agar anaknya berbahagia.
Sayangnya, sikap ini sangat berpotensi semakin menjadikan si anak menjadi seseorang yang berpandangan matrialistik, dimana dia hanya mengutamakan uang dan harta alih-alih hal lain seperti perhatian, kasih-sayang, kecerdasan, kesetiaan, keagamaan dan lain sebagainya. Apalagi jika hal ini tidak disertai dengan kontrol yang mencukupi dari orang tua, maka bisa dipastikan bahwa si anak ini akan semakin liar dan benar-benar menjadi makhluk matrialistik.
Motivasi up to date dengan trend dunia juga menjadi salah satu faktor mengapa banyak pemuda/remaja yang terjerumus dalam paradigma matrialistik. Pada remaja berasumsi bahwa konsep modernitas selalu berkaitan erat dengan gadget/teknologi canggih yang harganya selangit namun miskin kegunaan untuk kepentingan dirinya.
Ketidakmampuan untuk memahami makna hakiki modernisasi dan justru terjebak dalam pengertian westernisasi menyebabkan banyak pemuda terhimpit dalam kebutuhan materi tanpa akhir. Bagi mereka, modern selalu berkaitan erat dengan akumulasi materi untuk kemudian dikeluarkan untuk peralatan modern, canggih atau tempat nongkrong yang cozy. Padahal bila mereka mau sedikit saja mengintip pelajaran sosiologi SMA kelas 2, maka mereka akan menemukan apa itu arti modern.
Sialnya lagi, banyak search engine yang terbit di dunia maya yang meletakkan keyword “anak SMA” sebagai keyword yang mengarah kepada 17+. Namun kita tidak dapat menyalahkan search engine tersebut karena mereka telah terprogram untuk meletakkan prioritas hasil keyword berdasarkan jumlah kunjungan, jumlah klik dan tentunya jumlah objek itu sendiri tanpa perduli apakah objek tersebut berbau porno atau tidak.
Kalaupun ada upaya yang bisa lakukan untuk meminimalisir tampilnya gambar-gambar porno ini adalah dengan mengaktifkan safe search atau memasang porn filter dalam unit CPU kita. Namun cara ini tidak akan pernah bisa menghilangkan atau bahkan mengurangi sedikit saja prioritas keyword tersebut selama masih ada puluhan juta pengguna internet yang suka mengakses, mengupload dan memberikan kontribusi terhadap konten-konten porno remaja tersebut.
Kembali lagi ke motivasi utama mengapa banyaknya foto-foto panas remaja Putri Indonesia yang terbit di dunia maya. Alasan materi (uang) dan gaya hidup telah menjerumuskan remaja tersebut kedalam lubang industri pornografi yang tidak ada matinya. Namun yang patut kita pertanyakan adalah bagaimana nasib masa depan negara ini jika pemudanya banyak yang terlibat dengan pornografi?
Sumber : http://dagelanwayang.com/2010/anak-sma-seks/
Setuju.. makanya bagi para orang tua, Cukupi agama dan cukupilah kebutuhan anak-anak anda teutama anak gadis nya, daripada mereka sampai menjual diri hanya untuk membeli Baju dan Gadget terbaru yang harganya tidak seberapa dibandingkan kemrosotan Moral mereka..
BalasHapusNaudzubilahimindalik...