10 Februari 2011

ISI CURHAT ALANDA KARIZA KASUS BANK CENTURY Kisah Pilu Ibu Alanda Dituntut 10 Tahun di Blog Pribadi

FOTO ALANDA KARIZA CURHAT TWITTER KASUS BANK CENTURY Isi Curhat Alanda Kariza Kasus Bank Century Kisah Pilu Ibu Alanda Dituntut 10 Tahun di Blog Pribadi. Kasus Bank Century selama ini lekat dengan gonjang-ganjing politik. Kita belum tahu ujungnya ke mana. Yang pasti, kasus ini telah "mengorbankan" Sri Mulyani yang mundur dari jabatan Menteri Keuangan. Kekuatan-kekuatan politik Indonesia pun tersandera oleh kasus ini.
Namun, lepas dari panasnya suhu politik akibat "tungku" Century yang tak kunjung padam, ada cerita lain yang selama ini tak pernah tersentuh. Century tidak hanya menggusur Sri Mulyani, tetapi juga menggusur cita-cita seorang remaja berusia 19 tahun, Alanda Kariza.

Alanda mencurahkan isi hatinya di blog pribadinya http://alandakariza.com/ibu, Selasa (8/2/2011), terkait kasus Century yang ikut membelit ibunya. "Curhat"-an Alanda kemudian ramai diperbincangkan di situs microblogging Twiiter. Simpati dunia maya mengalir untuknya.

Lepas dari benar atau salah, lepas dari polemik hukum yang kini berjalan, juga lepas dari maksud membela siapa pun, dan seizin Alanda, Kompas.com memuat tulisan Alanda: sisi lain dari Kasus Century yang penuh intrik politik. Berikut isi hati Alanda.
___________________________________________________

Jika ditanya apa cita-cita saya, saya hampir selalu menjawab bahwa saya ingin membuat Ibu saya bangga. Tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding mendengar Ibu menceritakan aktivitas saya kepada orang lain dengan wajah berbinar-binar. Semua mimpi yang saya bangun satu per satu, dan semoga semua bisa saya raih, saya persembahkan untuk beliau.

Belakangan ini, kita dibombardir berita buruk yang tidak habis-habisnya, dan hampir semuanya merupakan isu hukum. Saya… tidak henti-hentinya memikirkan Ibu. Terbangun di tengah malam dan menangis, kehilangan semangat untuk melakukan kegiatan rutin (termasuk, surprisingly, makan), ketidakinginan untuk menyimak berita… Entah apa lagi.

Selasa, 25 Januari 2011, periode ujian akhir semester dimulai. Hari itu juga, Ibu harus menghadiri sidang pembacaan tuntutan. Hampir tidak ada yang tahu apa yang terjadi dengan Ibu saya, yang sejak bulan September 2005 bekerja di Bank Century.

Hanya keluarga dan kerabat dekat kami yang mengetahui bahwa Ibu menjadi tersangka di beberapa kasus yang berhubungan dengan pencairan kredit di Bank Century. Sidang pembacaan tuntutan kemarin merupakan salah satu dari beberapa sidang terakhir di kasus pertamanya.

Sejak Bank Century di-bailout dan diambil alih oleh LPS, kira-kira bulan November 2008 (saya ingat karena baru mendapat pengumuman bahwa terpilih sebagai Global Changemaker dari Indonesia), Ibu sering sekali pulang malam, karena ada terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.

Saya jarang bertemu beliau. Bahkan, ketika saya berulang tahun ke-18, saya tidak bertemu dengan Ibu sama sekali karena beliau masih harus mengurus pekerjaan di kantor. Itu pertama kalinya saya berulang tahun tanpa Ibu. Seiring dengan diusutnya kasus Century, Ibu harus bolak-balik ke Bareskrim untuk diinterogasi oleh penyidik sebagai saksi untuk kasus-kasus yang melibatkan atasan-atasannya.

Sejak saya kecil, Ibu saya harus bekerja membanting tulang agar kami bisa mendapat hidup yang layak–agar saya mendapat pendidikan yang layak. Ketika saya duduk di SMP, beliau sempat di-PHK karena kantornya ditutup. Kami mengalami kesulitan keuangan pada saat itu, sampai akhirnya saya menerbitkan buku saya agar saya punya “uang saku” sendiri dan tidak merepotkan beliau, maupun Papa.

Ibu sempat menjadi broker properti, berjualan air mineral galonan, sampai berjualan mukena. Adik pertama saya, Aisya, ketika itu masih kecil. Ibu pun mengandung dan melahirkan adik kedua saya, Fara. Akhirnya, ketika buku saya terbit, beliau mendapat pekerjaan di Bank Century. Papa sudah duluan bekerja di sana, tetapi hanya sebagai staf operasional.

Saya lupa kapan… tetapi pada suatu hari, saya mendengar status Ibu di Bareskrim berubah menjadi TSK. Tersangka.

*****

Itu merupakan hal yang tidak pernah terlintas di pikiran saya sebelumnya. Tersangka? Dalam kasus apa? Dituduh menyelewengkan uang?

Sejak Ibu bekerja di Century, hidup kami tetap biasa-biasa saja. Jabatan Ibu sebagai Kepala Divisi boleh dibilang tinggi, tetapi tidak membuat kami bisa hidup dengan berfoya-foya. Orang-orang di kantor Ibu bisa punya mobil mahal, belanja tas bagus, make up mahal… Tidak dengan Ibu. Mobil keluarga kami hanya satu, itu pun tidak mewah. Saya sekolah di SMA negeri dan tidak bisa memilih perguruan tinggi swasta untuk meneruskan pendidikan karena biayanya bergantung pada asuransi pendidikan.

Ibu tidak membiarkan saya mendaftarkan diri untuk program beasiswa di luar negeri–beliau khawatir tidak bisa menanggung biaya hidup saya di sana. Papa di-PHK segera setelah kasus Century mencuat ke permukaan. Papa tidak bekerja, hanya Ibu yang menjadi “tulang punggung” di keluarga saya. Papa dan saya sifatnya hanya “membantu”.

Saat itu, berat sekali rasanya, Ibu memiliki titel “tersangka” di suatu kasus. Saya tidak bisa mendeskripsikan perasaan saya ketika itu. Saya duduk di Kelas III SMA tatkala status Ibu berubah. Ibu jatuh sakit karena tertekan. Tepat satu hari sebelum Ujian Akhir Nasional, Ibu harus diopname, dan saya baru tahu pukul 10 malam karena keluarga saya khawatir hal ini akan mengganggu konsentrasi saya dalam menjalani ujian. Saya tidak lagi bisa memfokuskan pikiran saya terhadap UAN SMA. Pikiran saya hanya Ibu, Ibu, dan Ibu.

Sejak itu, hidup kami benar-benar berubah… walau dari luar, Ibu dan Papa berusaha terlihat biasa-biasa saja. Mereka tidak cerita banyak kepada saya. Mobil dijual dan mereka membeli yang jauh lebih murah. Kami jarang pergi jalan-jalan dan saya jarang mendapat uang jajan. Kami lebih jarang menyantap pizza hasil delivery order. Sopir diberhentikan dan hanya punya satu pembantu di rumah.

Ibu dipindahkan ke kantor cabang, sementara Papa mengalami kesulitan mencari pekerjaan. Saya beruntung, mereka berdua tidak pernah menahan saya dari melakukan hal-hal yang saya mau lakukan, terutama aktivitas Global Changemakers dan IYC. Tapi, saya sadar, bahwa hidup kami benar-benar berubah.

I can live with that. I’m willing to work part time, do internships, and work my ass off to publish more and more books if it would help my parents, especially my mother. Although I don’t have my own car and I can’t shop luxurious stuff just like my friends do, I’m happy, and I’m willing to live like that. Saya mau, meski hal tersebut pasti melelahkan.

Saya memilih beasiswa dari Binus International dibanding Universitas Indonesia, salah satunya juga supaya orangtua saya tidak perlu lagi membiayai pendidikan saya. Supaya uang untuk saya bisa digunakan untuk membiayai pendidikan adik-adik saya. Saya ingin mereka bisa les bahasa Inggris bertahun-tahun seperti saya dulu… siapa tahu mereka bisa memenangi kompetisi-kompetisi internasional yang bergengsi.

Awalnya pun berat bagi Ibu, tetapi lambat laun, Ibu sangat ikhlas. Ibu jarang membagi kesulitannya kepada saya–selalu disimpan sendiri atau dibagi ke Papa. Beliau hanya mengingatkan saya untuk tidak lupa shalat dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan nilai-nilai yang baik agar beasiswa tidak dicabut. Dari apa yang dialami Ibu, saya belajar untuk tidak dengan mudah memercayai orang lain. Ibu orang baik dan hampir tidak pernah berprasangka buruk. Tapi, sepertinya kebaikannya justru dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain.

Ibu dituduh terlibat dalam pencairan beberapa kredit bermasalah, yang disebut sebagai “kredit komando” karena bisa cair tanpa melalui prosedur yang seharusnya. Beberapa kredit cair tanpa ditandatangani oleh Ibu sebelumnya. Padahal, seharusnya semua kredit baru bisa cair setelah ditandatangani oleh beliau yang menjabat sebagai Kepala Divisi Corporate Legal. Ya, tidak masuk akal.

“Kredit komando” ini terjadi atas perintah dua orang yang mungkin sudah familiar bagi orang-orang yang mengikuti kasus Century melalui berita, Robert Tantular dan Hermanus Hasan Muslim. Dua orang ini sudah ditahan dan seharusnya, menurut saya, kasusnya sudah selesai. Ibu dulu hanya menjadi saksi dalam kasus mereka berdua karena kredit-kredit tersebut cair karena perintah mereka, bukan Ibu. Bahkan, tanda tangan Ibu pun “dilangkahi”. Pertanyaan saya, mengapa Ibu dijadikan tersangka? Nonsens.

Oleh karena itulah, saya optimistis. Saya tahu bahwa Ibu tidak bersalah, walaupun saya ‘awam’ dalam dunia hukum perbankan. Saya selalu berkata kepada Ibu bahwa semua akan baik-baik saja karena itulah yang saya percayai, bahwa negara ini (seharusnya) melindungi mereka yang tidak bersalah, bahwa negara ini adalah negara hukum.

Sampai akhirnya, pada tanggal 25 Januari 2011, sehari sebelum saya ujian Introduction to Financial Accounting, saya harus menerima sesuatu yang, sedikit-banyak, menghancurkan mimpi yang telah saya bangun bertahun-tahun, dalam sekejap.

Hari itu seharusnya menjadi hari yang biasa-biasa saja. Ujian hari itu bisa saya kerjakan dengan baik. Saya pulang cepat dari kampus, tidur siang, bangun dan menonton televisi. Ibu pulang malam. Status BBM salah seorang tante berisi: “Deep sorrow, Arga”. (Nama Ibu adalah Arga Tirta Kirana). Saat itu, untuk sejenak, saya tidak mau tahu apa yang terjadi. Hari itu, Ibu dan Papa pergi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendengar pembacaan tuntutan.

Ibu dituntut kurungan 10 tahun penjara dan denda sebesar 10 miliar rupiah.

Sesak napas. Yang terasa cuma air mata yang tidak berhenti.

Mungkin, ini cuma mimpi buruk… Mungkin, ketika terbangun, ternyata kasus ini sudah berakhir, dan saya bisa menjalani hidup yang “biasa” lagi dengan Ibu, Papa, dan dua adik-adik yang masih kecil. Walau hidup kami tidak mewah, tetapi bahagia. Tidak harus ada sidang, tidak harus ada penyidikan di Bareskrim, tidak harus ada pulang larut karena harus ke kantor pengacara, tidak harus melewatkan makan malam yang biasanya dinikmati bersama-sama.

Saya kangen Ibu masak di rumah: pudding roti, spaghetti, roast chicken, sop buntut, apa pun. Saya kangen pergi ke luar kota, walau cuma ke Bogor, bersama keluarga. Hal-hal kecil yang sudah tidak bisa kami nikmati lagi. Kalau ini hanya mimpi buruk, saya mau cepat-cepat bangun.

Mungkin saya tidak sepintar banyak orang di luar sana, terutama para ahli hukum: mulai dari hakim, jaksa, sampai pengacara ataupun notaris. Saya tiga kali mencoba untuk diterima di FHUI, dan tiga kali gagal. Tapi, saya bisa menilai bahwa tuntutan yang diajukan itu tidak masuk di akal.

Gayus–kita semua tahu kasusnya, kekayaannya, kontroversinya–divonis 7 tahun penjara dan denda 300 juta. Robert Tantular dituntut hukuman penjara selama 8 tahun dan Hermanus Hasan Muslim dituntut hukuman penjara selama 6 tahun dari PN Jakarta Pusat. Lalu, mengapa Ibu 10 tahun? Setolol dan seaneh apa pun saya, saya cukup waras untuk tidak sanggup mengerti konsep tersebut menggunakan nalar dan logika saya. Apakah karena keluarga kami tidak memiliki uang? Ataukah karena Ibu justru terlalu baik?

Ini negara yang saya dulu percayai, negara yang katanya berlandaskan hukum. Atas nama Indonesia, saya dulu pergi ke forum Internasional Global Changemakers. Atas nama Indonesia, saya mengikuti summer course di Montana. Untuk Indonesia, saya memiliki ide dan mengajak teman-teman menyelenggarakan Indonesian Youth Conference 2010.

Indonesia yang sama yang membiarkan ketidakadilan menggerogoti penduduknya. Indonesia yang sama yang membiarkan siapa pun mengambinghitamkan orang lain ketika berbuat kesalahan, selama ada uang. Indonesia yang sama yang menghancurkan mimpi-mimpi saya.

“Apa yang Alanda ingin lakukan sepuluh tahun lagi?”

Sebelumnya saya tahu, saya punya begitu banyak mimpi yang ingin dicapai, untuk membuat Ibu bangga, dan–mungkin–untuk Indonesia. Ingin mendirikan sekolah supaya pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, ingin menyelenggarakan IYC terus-menerus agar ada banyak agen perubahan di Indonesia, ingin ini dan ingin itu.

Keinginan-keinginan itu mati tanpa diminta. Sekarang hanya ingin Ibu bebas dari seluruh kasus tersebut. Sekarang hanya ingin hidup bahagia bersama Ibu, Papa, dan adik-adik–di rumah kami yang tidak besar, tetapi cukup nyaman; jalan-jalan dengan mobil yang tidak mahal, tetapi bisa membawa kami pergi ke tempat-tempat menyenangkan.

Saya mau ada Ibu di ulang tahun saya yang kedua puluh, dua minggu lagi. Saya mau ada Ibu di peluncuran buku saya–seperti biasanya. Saya mau ada Ibu waktu nanti saya lulus dan diwisuda. Saya mau ada Ibu ketika saya suatu hari nanti menikah. Saya mau ada Ibu ketika saya hamil dan melahirkan anak-anak saya.

Uang, politik, hukum yang ada di negara ini menghancurkan bayangan saya tentang hal itu. Mungkin selamanya pilar-pilar hukum hanya akan mempermasalahkan kredit-kredit macet, menjebloskan orang-orang ‘kecil’ ke penjara tanpa bukti dan analisis yang komprehensif (maupun putusan yang masuk di akal), bukan 6,7T yang entah ada di mana saat ini.

Mungkin hal-hal seperti ini yang membuat pemuda-pemuda optimis berhenti berkarya untuk Indonesia. Mungkin hal-hal seperti ini yang membuat individu-individu brilian memilih untuk tinggal dan berkarya bagi negara lain… agar keluarga mereka tetap utuh. Supaya mereka tidak harus menghadapi ketidakadilan yang menjijikkan seperti ini.

Saya mau Ibu ada di rumah, Indonesia. Tidak di penjara, tidak di tempat lain, tetapi di rumah, bersama saya, Papa, Aisya, dan Fara.

Hari Kamis, Ibu akan membacakan pleidoi (pembelaan) di PN Jakarta Pusat. Ibu akan menceritakan seluruh kejadian yang beliau alami dan mengapa seharusnya beliau tidak mengalami tuduhan apalagi tuntutan ini.

Saya mohon doanya buat Ibu, walau mungkin Anda tidak pernah mengenalnya. Ia berjasa besar bagi saya, dan saya yakin, bagi banyak orang di luar sana. Beliau membutuhkan doa, dukungan, dan bantuan dari banyak orang.

Even if I have to let Indonesian Youth Conference go, even if I have to work hard 24/7 to live without having to ask for allowances from my mother… I’m willing to do so.

I just want her to stay with me… instead of behind those scary bars. I just want her to witness everything that I will achieve in the future. I just want her to see my little sisters grow up, beautifully. I just want her to always be there around the dining table, and we’ll have dinner together. I just want her to cook again for the whole family on Sunday mornings. I just want her to let me drive for her when she has to go somewhere. I just want her to listen to my stories about my boyfriend, my friend, campus life, or silly little things. I just want her here… Here.

I love you, Mum. I do… :’(

32 komentar:

  1. itulah yang kadang bikin aku malu jadi orang indonesia..
    buat apa hukum di buat , kalau toh akhir nya hanya orang berduit saja yang menikmati..

    BalasHapus
  2. Sedih gan, saya hanya bisa bantu doa..semoga Allah mendengar doa hambanya yg sungguh2 memintanya.

    BalasHapus
  3. Ibu dan Papa berusaha terlihat biasa-biasa saja. Kami jarang pergi jalan-jalan dan saya jarang mendapat uang jajan. Kami lebih jarang menyantap pizza hasil delivery order. Sopir diberhentikan dan hanya punya satu pembantu di rumah.

    Itukah pengertian hidup biasa-biasa saja??

    BalasHapus
  4. anonim yang 10 Februari 2011 11.43
    bung, kamu ga pernah makan pizza yah ?
    2 atau 3 orang kakak beradik dari uang jajan yang disisihkan seminggu pun bisa order pizza...

    cape deh...
    BTW, untuk dik alanda, kamu harus teguh dan sabar yah, emang negri kita ini negri para bedebah !
    harap maklum, sudah menjadi tradisi selama 35 tahun silam, untuk merubah itu perlu kerja keras dari kita sendiri, bukan dari keparat negara, EH SALAH MAAP MAAP MAKSUD SAYA APARAT LOH...
    PEACE OUT

    BalasHapus
  5. sebut nama ibumu dalam shalat tahajudmu nak,,,,kita boleh saja dipandang rendah orang lain tapi insyaAllah DIA melihat kita sesuai amalan kita

    BalasHapus
  6. AKU KAN DAH BILANG DI INDONESIA NDAK ADA PEJABAT YG ADA PENJAHAT DI INDONESIA GAK ADA APARAT YANG ADA KEPARAT BAHKAN DI INDONESIA IBLIS PUN TAKUT KARNA MANUSIANYA TERUTAMA SEBAGIAN ORANGNYA MELEBIHI IBLIS . IBLIS AJA TAK AKAN MEMAKAN SESAMA IBLIS TAPI DI NEGARA TERCINTA INI MANUSIA MAKAN MANUSIA SUDAH BIASA. GITU GAK BOLEH BENCANA TERUS MENGHANTUI KARNA NDAK YANG MEMIMPIN ATAU YANG DIPIMPIN SAMA2 MENAKUTKAN NDAK YG BERDUIT ATAU YG BERDUIT SAMA2 SALING MEMBUNUH. AH.. TUHAN APA INDONESIA MINTA DITENGGELAMKAN SEPERTI RAKYAT NABI NUH BARU MAU SADAR SEMUA?

    BalasHapus
  7. abaa mengatakan...

    sebut nama ibumu dalam shalat tahajudmu nak,,,,kita boleh saja dipandang rendah orang lain tapi insyaAllah DIA melihat kita sesuai amalan kita
    10 Februari 2011 12.44


    setuju dengan koment nya :)

    BalasHapus
  8. rakyat indonesia masih banyak makan nasi aking... dasar anak tidak tau bersyukur

    BalasHapus
  9. ALANDA ANDA MASIHBERUNTUNG PERNAH MERASAKAN MAKAN PIZZA....BANYAK LOO YG MAU MAKAN NASI MUSTI UDAK2 TEMPAT SAMPAH DULU CARI NASI2 SISA......ANDA MASIH BERUNTUNG PERNAH PUNYA SUPIR & PEMBANTU......BANYAK LOOOO YG HARUS JADI PEMBANTU ...BAHKAN NGGAK PUNYA PEKERJAAN NGNGGUR NGGAK PUNYA PENGHASILAN......HIDUP ITU NAIK TURUN MUSTI SIAP MENGALAMI PERUBAHAN SEDRASTIS APA PUN.....ANDA MASIH ENAK BISA KULIAH.....BANYAK YG NGGAK BISA KULIAH BAHKAN JADI ANAK JALANAN........MAKA JANGAN CENGENG HIDUP DI DUNIA INI...........TERLEPAS DARI CURHATAN KAMU ...MEMANG INI INDONESIA,NEGARA BEJAT YG JAHAT....HUKUM NGGAK BISA DIANDALKAN DISINI....UANG ,PANGKAT,POWER YG BERBICARA!!!!!!

    BalasHapus
  10. UNTUK WILLIAM L TJANDRA : MONYET LOE ,CINA LOE,NUMPANG HIDUP DI INDONESIA BANYAK GAYA LOE.....GUA PULANG IN KE TIONGKOK MAKAN TAI BABI LOE

    BalasHapus
  11. ibu...sampai jualan mukena......aku rindu puding roti,spagheti .......etc2. .......manja banget sih ????....memangnya jualan mukena itu hina yah?alanda di suruh ngamen dulu baru dapat makan mau...???

    BalasHapus
  12. anonim di atas...

    baca dulu yang bener..
    sotoy amat..
    bukan masalah gak makan pizza yang di bahas,.
    tapi ibu nya...

    BalasHapus
  13. gue udah lama benci menjadi bangsa ini, bahkan gue selalu bilang ke anak gue kalau indonesia belum merdeka, kasihan para pejuang karena jasa-jasanya tidak berbuah kemakmuran buat seluruh rakyat. anjing para pejabat pemerintahan ...REVOLUSI>>>>>>>>>>>>>>>>

    BalasHapus
  14. anonim 2 tingkat diatas
    masalah pizza itu bagian curhatan alanda menurut gw nggak sadar dia masih jutaan orang yg lebih susah dari alanda,masalah ibunya,semua pekerjaan orang dalam hidup ini punya risiko
    nggak simpati gw sama curhatan alanda,basi tau

    BalasHapus
  15. emang isi curhatnya apaan seh...males bgt gw bacanya...intinya paling waktu keadaan baik2 aja gk mau curhat kl ortu nya enak di centuri skr udh kejepit baru berkoar2 di media...capeeee dehhhh....

    BalasHapus
  16. sebut nama ibumu dalam shalat tahajudmu nak,,,,kita boleh saja dipandang rendah orang lain tapi insyaAllah DIA melihat kita sesuai amalan kita
    10 Februari 2011 12.44

    Cek TKPnya : http://menujuhijau.blogspot.com/2011/02/isi-curhat-alanda-kariza-kasus-bank.html#ixzz1DYFsuyn9

    LAKUKAN DENGAN KHUSUK MBAK ALANDA...

    BalasHapus
  17. gimana kalo loe jual diri aja,apa lagi kalo loe masih virgin psti bisa dapet duit banyak lumayan kan bisa bantu keungan keluarga,,

    BalasHapus
  18. pler semua bagi yang komen mengenai hidupnya alanda...yang dipermasalahkan disini HUKUM DI INDONESIA yang ga benar...emang benar duit..pangkat...yang berperan di atas hukum indonesia...udah ga bisa diperbaiki kembali kinerja aparat2 di indonesia..

    BalasHapus
  19. apa sih,,, gak ngerti...

    BalasHapus
  20. iya bener alanda jual diri aja ...kan emang banyak yg spt itu ,bisa hasilin duit banyak,terus bisa makan pizza sebanyak2 nya lagi tuh....gua juga mau booking kamu alanda

    BalasHapus
  21. setuju ama abaa, nyang komeng ke enam !

    REMEBER ALANDA....LIVE MUST GO ON !

    BalasHapus
  22. indonesia negara yg "disetir" oleh uang..!!
    bhkan hukum pun bisa d'beli..!!

    bwt Alanda yg tabah ya,,

    BalasHapus
  23. sabar ya, Tuhan tidak pernah tidur, posisi kita sebagai anak hanya bisa mendoakan dan memberi support, jangan merepotkan ortu karna kita bukan anak kecil lagi, tetep memjaga kesehatan beliau.

    Tabah dan semangat karna TUHAN selalu menjaga kita.

    BalasHapus
  24. Udah rahasia umum kalau instansi hukum atau yang lainnya di Indonesia adalah sarang penyamun...
    bandar narkoba atau cukong kayu yang banyak uang gak pernah ditindak, bahkan menurut info para penyuplai utama extasy atau para pemain kayu di kalimantan barat itu petugas kepolisian.

    BalasHapus
  25. klo masih bisa curhat di blog, akses internet, belum susah lah.....yg masih lebih susah lebih banyak, makanya jgn cuman liat ke atas, liat ke bawah....akan lebih bnyk org susah...

    trus yg tadikomentar bawa bawa unsur SARA, tolong dijaga...keburukan bangsa ini termasuk adu domba sesama warga.....selain keburukan hukum dan korupsi....

    BalasHapus
  26. nasib nasib nasib... sabar dan tabah ya.. ingat pengadilan Allah di akhirat itu adil dan paling adil. okee

    Ikhlas dan kembalikan segala urusan kepada Allah.

    BalasHapus
  27. Alanda kamu cute juga... mau gak jadi pacar aku.... biar aku buat kamu bahagia deh, sayang....

    mmmmmuuuuuuacchhh cinta

    BalasHapus
  28. jgn sedih....aku siap membuat kamu bahagia Alanda kpn pun km mau dan aku mau....

    BalasHapus
  29. keep strong alanda.....

    BalasHapus

Related Posts with Thumbnails