28 Juni 2011

Lima Kota Besar Siap Terapkan Jalan Berbayar



Tahapan pertama adalah membuat payung hukum yang bakal melandasi berbagai kebijakan dalam rangka mengurangi kemacetan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meneken Peraturan Pemerintah no 32 tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas.

Aturan ini merupakan landasan hukum bagi pemerintah, terutama daerah, untuk menerapkan sejumlah aturan lalu lintas baru, antara lain penerapan jalan berbayar (electronic road pricing).

Menurut Menteri Perhubungan, Freddy Numberi, ada lima kota yang akan menerapkan kebijakan ini yaitu Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, dan Makassar. "Aturan itu bisa direalisasikan tahun ini," kata Freddy di Jakarta.

Namun, kata dia, untuk sementara baru bisa ditetapkan di Jakarta. Aturan ini akan diberlakukan pada lokasi-lokasi jalur 3 in 1. Para pengendara sepeda motor dilarang masuk ke lokasi itu.

***

Apakah Jakarta akan langsung menerapkan jalan berbayar? Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono, menjelaskan bahwa Jakarta tidak bisa langsung menerapkannya karena menunggu proses sosialisasi dan kesiapan masyarakat. Pada tahap pertama Jakarta akan membatasi kendaraan di jalan raya dengan sistem ganjil genap yang akan diujicobakan saat ajang Sea Games 2011 di Jakarta, November.

"Dengan ganjil genap artinya kami tidak butuh peralatan canggih dalam waktu dekat, bisa dilakukan secara manual," kata Udar di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, 24 Juni 2011.

Sistem ini, lanjutnya, telah sukses diterapkan di sejumlah kota besar di luar negeri, seperti Bogota, Beijing, dan Singapura. Sementara di Jakarta, sistem ganjil genap akan diterapkan pada jalur 3 in 1 dan kawasan Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.

Sistem ini dirasa masih menjadi solusi paling tepat untuk mengurangi kemacetan Ibukota dalam waktu singkat menjelang perhelatan olah raga internasional. "Kalau jalan berbayar memerlukan waktu, sedangkan sebentar lagi kita akan menyambut tamu negara.”

Selain itu, kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan, untuk menerapkan jalan berbayar Pemprov DKI Jakarta masih menunggu PP dari Kementerian Keuangan yang mengatur masalah pengadaan alat, tarif dan hal lain terkait jalan berbayar.

Dia menjelaskan, sistem ganjil genap tidak diberlakukan selama 24 jam. Kawasan 3 in 1 dan Jalan Rasuna Said dipilih sebagai target karena di kawasan itu beban lalu lintas cukup berat. Dan hanya diberlakukan selama tiga jam dalam sehari, mulai pukul 07.00-10.00 WIB, dan sore pada pukul 16.30-19.30 WIB.

Nomor terakhir pada pelat kendaraan yang menentukan apakah kendaraan itu masuk dalam kategori ganji atau genap. Sementara untuk angka nol akan masuk dalam kelompok nomor genap.

Pembatasan kendaraan di jalan utama Jakarta dengan sistem ganjil genap, akan dirancang dengan sistem e-enforcement (penegakan hukum dengan sistem elektronik). Surat Tanda Nomor Kendaraan juga akan dibuat secara elektronik untuk mempermudah pengawasannya dengan memakai kamera yang dapat memantau nomor pelat kendaraan yang melintas di jalur-jalur yang diterapkan. "Jadi bisa terdeteksi. Alat ini sama fungsinya dengan yang digunakan untuk ERP," jelas Udar.

***
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Royke Lumowa, menjelaskan, kebijakan radikal perlu diterapkan untuk mengatasi masalah macet Jakarta.

Sampai akhir Desember 2010, ada 11.362.396 unit kendaraan yang bergerak di Jakarta. Sebanyak 8.244.346 unit roda dua, dan 3.118.050 roda empat. Setiap hari pertumbuhan kendaraan mencapai 240 unit kendaraan roda empat dan 890 unit roda dua.

Padahal pertumbuhan luas jalan relatif tetap, hanya sekitar 0,01 persen per tahun. Artinya, bila upaya membatasi pergerakan kendaraan tidak dilakukan dengan cepat, lima tahun lagi Jakarta akan macet total.

Dengan berbagai aturan pembatasan kendaraan bermotor, kemacetan Jakarta di jalan protokol diprediksi dapat ditekan hingga 50 persen. Atau secara keseluruhan, macet dapat diurai dan berkurang hingga 40 persen.

Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menilai pembatasan kendaraan dengan cara sistem ganjil genap cukup efektif dan tanpa biaya yang besar, karena tidak perlu membangun jalan.

Dengan mengendalikan perilaku pengguna jalan akan membuat kota ini menjadi tertib. "Menggunakan kendaraan di Jakarta memang harus dimahalkan. Masuk jalan bayar, pakir mahal, harga bahan bakar mahal."

Namun, dia melanjutkan, Pemprov DKI Jakarta harus siap membuat solusi alternatif untuk menjawab keluhan warga yang merasa hak mereka dibatasi. Pembangunan transportasi massal yang aman, nyaman dan manusiawi merupakan jalan keluarnya. Strategi lain, untuk jangka panjang, adalah dengan penataan ruang dengan membangun pusat pertumbuhan baru di pinggiran Jakarta.


sumber

2 komentar:

  1. setuju sekali, selama transportasi umum bagus (full ac tanpa berdesakan dan harga terjangkau orang miskin) dan berjalan dengan nyaman.
    itu yang terjadi dengan singapur, beijing dan kota2 besar lainnya.

    BalasHapus
  2. untuk kota2 besar diluar negeri wajar orangnya pada mau naek transportasi umum..,, la transportasi nya serba wah dan mewah, kaya monorel, kereta bawah tanah, bus, kereta cepat dll yang mencakup seluruh rute...berbanding terbalik dngen jakarta yang andalannya metromini, bajaj, ojek,yg bgus2 dikit busway, ya pantesla pada males...

    BalasHapus

Related Posts with Thumbnails