Nama : Albertina Ho
Lahir : Maluku Tenggara, 1 Januari 1960
Pekerjaan : Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Karier :
• Calon hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta (1986-1990)
• Hakim Pengadilan Negeri Slawi, Tegal, Jawa Tengah (1990-1996)
• Hakim Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah (1996-2002)
• Hakim Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah (2002-2005)
• Sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial (2005-2008)
• Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (sejak Agustus 2008)
Pendidikan :
• SD Ambon, lulus 1973
• SMP Katolik Bersubsidi Ambon, lulus 1975
• SMA Negeri II Ambon, lulus 1979
• Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, lulus 1985
• Magister Hukum Universitas Jenderal Soedirman, lulus 2004
Perjalanan Hidup Albertina Ho, Pendekar Hukum Wanita Indonesia.
Sejak kelas 5 sekolah dasar, Albertina memilih berpisah dari orang tuanya, demi mendapat pendidikan yang lebih baik. Nenek-nyalah yang menyarankan Albertina pindah sekolah dari Dobo, Maluku Tenggara, ke sekolah dasar yang lebih maju di Kota Ambon, Maluku. Terbiasa tidak bersepatu, ia kebingungan saat harus memakai kaus kaki saat pertama kali masuk sekolah.
Di Ambon, Albertina hidup menumpang di rumah saudara. Tidak gratis. Sehabis sekolah, ia harus membantu menjaga warung kelontong di pasar Ambon. Demi impiannya terus bersekolah, ia menjadi pelayan warung kopi untuk menyambung hidup saat duduk di sekolah menengah atas.
Setelah lulus, ia meneruskan kuliah di Yogyakarta. Albertina diterima di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Walaupun kuliah hukum, Albertina mengaku tidak bercita-cita menjadi hakim.
Setelah wisuda, ia tak mau kembali ke Maluku. Ia melamar lowongan calon hakim di Pengadilan Tinggi Yogyakarta dan dosen di Universitas Brawijaya, Malang. Dengan alasan tidak punya biaya untuk pergi ke Malang, Albertina memilih mengikuti seleksi calon hakim.
Kariernya berawal dari Pengadilan Negeri Yogyakarta pada 1986. Statusnya masih calon hakim. Empat tahun kemudian, setelah lulus calon hakim, ia ditempatkan di Pengadilan Negeri Slawi, Tegal, Jawa Tengah.
Pandangannya menerawang saat menceritakan pengalaman pertamanya menghukum orang. Ia sudah tidak ingat nama orang yang duduk di kursi terdakwa itu. Yang dia ingat, jaksa menuduh orang itu melakukan penipuan dan penggelapan. Albertina memutus orang itu hanya terbukti melakukan penggelapan.
6 tahun di Tegal, Albertina pindah ke Pengadilan Negeri Temanggung. Pada 2002, ia dipindah ke Pengadilan Negeri Cilacap. Untuk pergi ke kantor, ia memilih memakai sepeda motor. Di sela kesibukannya menangani perkara, Albertina meneruskan kuliahnya di Magister Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Dari Cilacap, ia ditarik ke Mahkamah Agung pada pertengahan 2005. Ia mendapat tugas baru sebagai asisten koordinasi, yang tugasnya mirip panitera. Ia juga merangkap sebagai Sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Marianna Sutadi. Di Merdeka Utara, kantor Mahkamah Agung, Albertina tidak memegang kasus seperti pengadilan alias hakim yustisial.
Selama menjadi sekretaris, Albertina terkenal suka menolak tamu yang ingin bertemu dengan Marianna. Argumennya jelas : Hakim dilarang menemui pihak yang berperkara. Tindakan tegas Albertina itu diakui oleh Mas Achmad Santosa.
Albertina kembali memegang palu setelah dipindahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Agustus 2008.
Selama 20 tahun menjadi hakim, Albertina kini tinggal di rumah dinas hakim di dekat Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selain mobil yang dibeli setahun lalu, hartanya hanya berupa sebuah rumah di Yogyakarta seharga Rp 90 juta. Permohonan kreditnya sempat ditolak bank karena gajinya tidak mencukupi syarat untuk mencicil rumah.
Gaji hakim memang minim. Pada 1988, saat menjadi calon hakim di Pengadilan Yogyakarta, Albertina hanya mendapat upah Rp 81 ribu per bulan. Ketika diangkat menjadi hakim, ia mengantongi gaji sekitar Rp 300 ribu per bulan. Untuk menambal kebutuhan sehari-hari, Albertina meminjam di koperasi pengadilan.
Godaan uang bukan tidak pernah ada. Budi Priyanto, wakil panitera Pengadilan Negeri Cilacap, memberikan kesaksian. Menurut Budi, banyak pengacara yang menawarkan uang kepada Albertina. “Tapi selalu ditolak,” ujar Budi. Albertina juga menolak pengacara itu datang ke rumahnya. Albertina hanya mau menerima pihak yang beperkara di kantor atau di ruang sidang.
Tidak hanya menolak tamu, Albertina punya cara jitu “mensterilkan” putusan. Ia mengetik sendiri putusan daripada meminta bantuan panitera pengganti-meski, dengan demikian, dia sering membawa pulang pekerjaan. “Jadi tidak bisa bocor. Yang tahu isi putusan cuma saya dan anggota majelis hakim lainnya,” kata Albertina
Seperti inilah contoh hakim yang seharusnya. Tidak bisa disuap, berani mengambil sikap dan TEGAS! Seandainya semua hakim seperti Beliau, tentunya tidak ada lagi ketidak adilan.
Tapi saya sangat kecewa dengan keputusan beliau yang memberikan hukuman ringan kepada Gayus Tambunan, padahal perkaranya dia sangat berat. Sungguh tidak bisa dipercaya. Tapi mungkin Albertina punya kesimpulan dan keputusan lain maupun cara mendidik orang untuk dapat berubah.
Sumber : http://manajubelz.blogspot.com/2011/01/perjalanan-hidup-albertina-ho-hakim.html
INI MAH ADA UDANG D BALIK BATU
BalasHapusPASTI ADA KONSPIRASI LAIN....
UADANG NYA AJA G BISA D ADILIN PA LG HIU NYA
Mungkin ada tekanan dari suatu tempat yang ga bisa di tolak. Gimana pun juga semua orang punya kelemahan yang kalau ditekan akan tunduk kan ?
BalasHapusmana ada maling yang ngaku.....,keputusan memvonis 7 tahun gayus adalah sebuah kesalahan terbesar......bagaimana mungkin seorang koruptor kakap hanya divonis segitu...mana ada hakim di indonesia ini yang bersih....
BalasHapus“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam.” (HR. Bukhari)
BalasHapus”Yang paling aku takutkan bagi umatku adalah orang munafik yang pandai bersilat lidah.” (HR. Abu Ya'la)
Tahukah kamu apa ghibah itu? Para sahabat menjawab, "Allah dan rasulNya lebih mengetahui." Beliau bersabda, "Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu hal-hal yang dia tidak sukai." (HR. Muslim)
”Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk.” (HR. Bukhari dan Al Hakim)
Kalo ente seorang mukmin yang sebenarnya tentunya ente tidak mahu berkata kata yang menyakitkan hati orang lain. Jangan teralu cepat/mudah untuk membuat kesimpulan pada sesuatu yang ente tidak ahlinya.
P.S. Keputusan Hakim Albertina Ho tentunya berdasarkan penuntutan para Jaksa dan fakta di persidangan bukan didasarkan fakta/komentar/gosip di luar persidangan. Mungkin saja ada kejanggalan kaitan dengan fakta pekara dan penuntutan di sini. Masa sih maling ayam hukumannya penjara seumur hidup. Yang salah ya Jaksa nya.
Betul, betul, betul!
Baca dan renungilah… apakah ente layak sebagai orang Muslim/Muslimah.
di jogja cuma punya rumah 90juta, tapi sodara2nya yg ada di maluku triliuner semua,,,
BalasHapushehehehee
bah lagi-lagi bwa2 agama NORAK!!!
BalasHapusyg komen 25 Januari 2011 11.12
Hukum dan agama harus dipilah
dear fuckin anonim 25 januari 2011 13.29
BalasHapuslo tu yg norak,,,,agama jga mrupakan hukum'
mka'y ne Indonesia yg tau hukum mlah pura2 g' tau coz agama udh d nomor duakn,,,'
skalai lgi agama ma stiap bdang khidupan emank g bsa dpisahkn kcuali untk urusan konflik,dlm hal ini emank sbaik'y tdk mmbawa unsur SARA,,,'
just think about it''
dear bung bang(sat)
BalasHapusjustru karna makhluk2 seperti anda yg sok2 ngaku beragama...maka'y kinerja hukum di negara ini ga maju2...hukum negara dan hukum agama harus dipisah... DODOL!!!
masing2 agama punya hukum'y sendiri...negara ini multi agama bung...sedangkan hukum di negara kita hanya satu...apakah harus ada multi hukum jg yg mengikuti masing2 agama???
Ini baru Hakim terbaik indonesia...........
BalasHapusteruskan perjuangan mu mrs.Albertina
masyarakat Indonesia selalu ada di belakang mu
>>>Bung bang mengatakan...
BalasHapusdear fuckin anonim 25 januari 2011 13.29
lo tu yg norak,,,,agama jga mrupakan hukum'
mka'y ne Indonesia yg tau hukum mlah pura2 g' tau coz agama udh d nomor duakn,,,'
P.S. Otak sudah masuk ke silet! Logika Pembantu!
>>>dear bung bang(sat)
justru karna makhluk2 seperti anda yg sok2 ngaku beragama...maka'y kinerja hukum di negara ini ga maju2..
P.S. Orang yang ada otak di kepala dan berpikiran rational. Salam Hangat!
lama2 yg koment pada ngak bermoral semua
BalasHapusAH KAU SEMUA ANJING.....!!!!
BalasHapusinilah INA,gak bsa menghargai pendapat !
BalasHapusjgn dikit2 make bahasa binatang,gunakan inteligen lu semua dunk,ngaku ny kuliah tinggi2 !
LIAD POSITIF ny,n saling membantu untuk membangun !
setuju ama yang komeng diatas gue.
BalasHapuskhasnya orang indon itu selalu terburu-buru buat kesimpulan tanpa mau menelaah secara jujur dan sesuai KONTEKS.
setuju juga ama yang komeng sebelumnya yang bilang bahwa seharusnya jaksa juga bikin kupasan tuntutan gak sesuai nurani.
Anonim mengatakan...
BalasHapusinilah INA,gak bsa menghargai pendapat !
jgn dikit2 make bahasa binatang,gunakan inteligen lu semua dunk,ngaku ny kuliah tinggi2 !
LIAD POSITIF ny,n saling membantu untuk membangun !
26 Januari 2011 09.56
Anonim mengatakan...
setuju ama yang komeng diatas gue.
khasnya orang indon itu selalu terburu-buru buat kesimpulan tanpa mau menelaah secara jujur dan sesuai KONTEKS.
setuju juga ama yang komeng sebelumnya yang bilang bahwa seharusnya jaksa juga bikin kupasan tuntutan gak sesuai nurani.
26 Januari 2011 10.23
P.S. Saya rakyat Malaysia (bukan keturunan Melayu-bukan seorang Muslim) sejati.
Kepada komentar (positif) yang di atas ane ucapkan Assalamualikum wr.wb. Alhamdulilah ente bisa berpikiran waras dan positif. Lanjutkan!
bukan salah hakim albertinanya bro/ sis sekalian..
BalasHapusdia sudah tepat dalam menentukan putusan hukuman 7 tahun penjara untuk gayus karena belum memuat penuntutan kepemilikan aset gayus yg 101 milyar lebih itu (saya sebut aset karena memuat uang tunai, saham, dan logam mulia).. baru kasus pajak PT SAT yg 500 jt saja.. jadikan saja putusan inii sebagai pembuka bagi kasus lainnya.. yg perlu dipertanyakan (maaf) mungkin kinerja penyidik polri dan jaksa penuntut melengkapi berkas kasus kepemilikan aset 101 milyar tsb hingga bisa P21 ke pengadilan..
Naaaaah betul tuh.
BalasHapusBetul, betul, betul!
Salam mualaikum!
disinilah sulitnya rakyat melihat mana yang materi pengadilan, mana yang penilaian awam.
BalasHapusyang lebih parah lagi, banyak orang gak ngerti prosedur olah materi pengadilan tapi bacotnya udah kayak yang ngelotok ilmu hukum.
dan terparah justru aparat terkait malah memperdagangkannya.
ada masukan dari sohib malaysia ? kritik boleh tapi tidak sumpah serapah.......
itulah ciri2 bangsa Indonesia,tidak ada rasa nasionalisme yang tinggi, kalau gak agama pasti suku yang dibanggakan. itulah yang disukai bangsa lain biar kita saling berantem dan mereka yang mengambil keuntungan dari semua itu.
BalasHapus