FILM dibuka dengan sosok pemuda yang mengejar seorang pria di atap sebuah gedung. Pria yang tidak diperlihatkan wajahnya itu hendak pergi menggunakan helikopter.
Adegan lantas beralih di mana si pemuda yang bernama Satrio (Ario Bayu) tengah melakukan balapan liar di jantung kota Jakarta. Sayang aksinya dihentikan pihak berwajib dan membuat Satrio dibawa ke kantor polisi.
Di tempat lain, nampak seorang gadis gelisah menunggu seseorang di bandara. Natasha (Carissa Puteri) namanya. Nico (Paul Foster), pacarnya telat menjemput. Natasha pulang dari London untuk menjenguk Nuke, ibunya (yang wajahnya tidak diperlihatkan sepanjang film) yang terbaring sakit di rumah sakit. Selama sakit, Nuke tidak pernah melepas buku harian dari pelukannya. Natasha bertekad mencari pemilik buku harian yang bernama Boy (Onky Alexander) untuk membuat ibunya senang di sisa hidupnya.
Namun di tengah perjalanan pulang, mobil Nico dicegat sekelompok preman dan dibawa kabur. Nico dan Natasha pun melapor ke pihak berwajib. Kantor polisi yang sama tempat Satrio diperiksa. Karena Nico harus melalui prosedur yang cukup panjang, Natasha bingung pulang naik apa. Semua uangnya ada di dompet di dalam mobil Nico yang dirampok. Satrio menawarkan diri untuk mengantar pulang. Meski sempat ragu, Natasha akhirnya pulang bersama Satrio dan teman-temannya; Nina (Poppy Sovia), Andi (Abimana Arya) dan Herry (Albert Salim).
Mengira buku harian yang dibawanya adalah milik Natasha, Satrio menganggap gadis itu tidak tahu cara membuka diri dan memilih menumpahkan keluh kesah di buku harian. Natasha sempat tersinggung. Setelah Natasha bercerita soal buku harian itu, Satrio terlihat menyesal dan berniat membantu Natasha mencari pemilik buku harian itu.
Niat ini mengundang cemburu Nina, pemilik bengkel tempat Satrio, Andi dan Herry bekerja. Diam-diam Bos Satrio ini menaruh hati pada montir tampan itu. Kedekatan Satrio-Natasha tak hanya membuat Nina cemburu, tapi juga Nico. Namun tak menghentikan langkah Satrio. Ia menemui kerabat dekat Boy seperti Eko Mondial alias Emon (Didi Petet) dan Ina (Btari Karlinda) untuk mencari keberadaan si Boy yang misterius.
Mendatangi kantor Boy, tidak menyelesaikan masalah. Asistennya selalu menghalangi Satrio dan Natasha untuk bertemu Boy. Ini bukan satu-satunya masalah, karena Nico yang dibakar cemburu melakukan tindakan anarkis pada Satrio dan teman-temannya.
Lho, kok filmnya menceritakan Satrio, bukan Boy? Catatan Harian Si Boy memang bukan remake film yang populer di akhir 80-an hingga awal 90-an, tapi kelanjutannya. Tokoh utama dalam film ini ada 2: Satrio dan buku harian Boy. Sosok Boy yang masih diperankan Only Alexander sendiri tidak banyak muncul di film ini.
Saya tidak tumbuh bersama film aslinya yang terdiri dari 5 jilid itu. Ketika menyaksikan film ini, saya tidak punya ekspektasi apa pun. Namun sebagai penonton, saya dibuat terkesima pada film yang disutradarai Purnama Tuta ini. Adegan balapan benar-benar diambil di jalan umum, termasuk bunderan Hotel Indonesia. Peran pengganti Satrio ketika kebut-kebutan ini adalah pembalap Rifat Sungkar. Eksekusinya jauh lebih enak ditonton dari film bertema balapan buatan Indonesia yang meniru The Fast and The Furious.
Persiapan film ini memakan waktu 3 tahun. Pemain melalui proses reading selama 1,5 bulan dan karantina 5 hari untuk acting coach. Semua tampil prima. Satrio, Nina, Andi dan Herry tampak benar-benar seperti sahabat di dunia nyata. Tidak seperti sekelompok pemuda yang ceritanya bersahabat namun berinteraksi layaknya dengan alien seperti di banyak film horor remaja.
Satrio tidak mengimitasi Boy. Ia lebih emosional, memiliki latar keluarga kelam—ayahnya korupsi. Namun tetap ditunjukkan Satrio shalat, memiliki tanggung jawab dan keren, sifat-sifat yang bikin penonton kagum pada karakter utama.
Angle yang disajikan Purnama juga memanjakan mata penonton. Coba Anda amati adegan waktu Satrio dan Nina sedang membetulkan mobil, kamera menyorot mereka dari atas, dari sela-sela mesin. Demikian juga ketika Herry mencari data di laptopnya, nampak isi layar seolah terpantul di wajah Harry, mengingatkan saya pada pengadeganan C.S.I: Crime Scene Investigation.
Dialognya tidak berniat menggurui, tidak berusaha terdengar keren, semua realistis, seperti obrolan anak muda Jakarta masa kini. Adegan Natasha sempat ragu menerima tawaran Satrio yang hendak pulang misalnya; “Gue bukan penjahat kok. Cuma pembalap”.
Film ini mengambil lokasi tempat-tempat nongkrong di wilayah Kemang. Tempat anak gaul Jakarta berkumpul. Sejumlah cameo juga dihadirkan di sini. Ada Joko Anwar sebagai salah satu asisten Boy. Cut Tary tampil sekilas sebagai pengunjung kafe. Di credit title terdapat pula nama Richard Kevin, namun jujur saya terlewat, tidak tahu kapan aktor Get Married ini muncul.
Seorang pengamat film senior menjagokan Catatan Harian Si Boy akan menembus 1 juta penonton. Film yang dibuat dengan tujuan komersil namun tetap mengutamakan kualitas, belakangan semakin jarang ditemui. Weekend ini, luangkan waktu Anda untuk menyaksikan film berdurasi 98 menit-namun sungguh, durasi ini terasa begitu singkat untuk film sekerenCatatan Harian Si Boy.
Kalaupun ada yang kurang film ini tak cukup memberi nuansa nostalgik pada remaja 1980-an yang dulu kenal Si Boy walau sudah ada Nuke, Emon dan Ina. Yakni absennya musik-musik lawas dari Si Boy dulu.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus