Jika diartikan secara sederhana, menurut Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, di Jakarta, Selasa 3 Agustus 2010, redenominasi berarti penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang.
Maksudnya, pecahan mata uang disederhanakan tanpa mengurangi nilai dari uang. Nilai mata uang tetap sama meski angka nolnya berkurang. Misalnya, Rp1.000 menjadi Rp1, sedangkan Rp1 juta menjadi Rp1.000.
Berikut ini tahapan pemberlakuan penyederhanaan nilai mata uang rupiah itu:
2011-2012 Masa SosialisasiMasa menyiapkan berbagai macam hal seperti menyangkut akuntansi, pencatatan, sistem informasi. Bank Indonesia meyakini waktu dua tahun cukup untuk masa sosialisasi.
2013-2015 Masa Transisi
Dalam masa ini, nantinya harga barang akan ditulis dalam dua harga yaitu terdiri atas rupiah lama dan rupiah baru. Misalnya, barang seharga Rp10.000 akan ditulis dalam dua harga yaitu Rp10.000 dan Rp10 (baru). Uang saat ini akan disebut rupiah lama, yang baru akan disebut rupiah baru.
Selama masa ini, masyarakat akan menggunakan dua mata uang yaitu rupiah lama dan rupiah baru. Begitu juga untuk pengembalian uang, boleh menggunakan keduanya. BI juga akan perlahan-lahan mengganti uang rusak rupiah lama dengan uang rupiah baru.
2016-2018Uang kertas sekarang (rupiah lama) akan benar-benar habis. BI akan melakukan penarikan uang lama.
2019-2020
Kata-kata uang baru yang menandakan pengganti uang lama akan dihilangkan. Indonesia kembali pada rupiah seperti saat ini, namun nilai uangnya lebih kecil. Untuk mata uang kecil berlaku uang koin dan nilai pecahan sen akan berlaku lagi.
Kata-kata uang baru yang menandakan pengganti uang lama akan dihilangkan. Indonesia kembali pada rupiah seperti saat ini, namun nilai uangnya lebih kecil. Untuk mata uang kecil berlaku uang koin dan nilai pecahan sen akan berlaku lagi.
Sebelumnya, BI menganggap uang pecahan yang cukup besar memang kurang efisien. Masalahnya, uang besar justru membuat proses pembayaran dan transaksi tunai menjadi lebih susah.
Jadi, BI menekankan redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan uang. BI menekankan sanering selalu dilakukan oleh suatu negara dalam kondisi ekonomi tidak stabil.
Itu bisa dalam situasi inflasi tinggi, sehingga nilai mata uangnya dan daya beli merosot dengan cepat. Karenanya, perlu dilakukan pemotongan nilai uang atau senering.
“Nah, ini sama sekali bertolak belakang, redenominasi dilakukan dalam kondisi perekonomian sedang stabil,Sumber: bankindonesia
Lanjutkan !!!
BalasHapusklo ni gagal, kite senua tau sapa yang harus disalahkan
BalasHapusPositive thinking aja.... keknya lebih baik, koq.
BalasHapussiap dan lanjutkan>>>>>>>>
BalasHapussiap dan lanjutkan>>>>>>>>
BalasHapusBy Iwan Batam-Island
Kalo sen ada, baguslah ....
BalasHapusMasalahnya, kalo sen ga ada, uang dengan angka 3 digit gimana nasibnya ...? Terutama sih, buat orang2 yang menganggap uang yang angkanya 3 digit tadi sangat penting dan berarti sekali, tentunya sedikit berat juga ....
Semoga rencana in berjalan dengan baik, mari kita doakan.
TApi, apa ga kebanyakan angka yang dibuang, ya ...?
Kalo 2 angka aja yang dihilangkan, gimana kira2, ya...?
Demi HARGA DIRI bangsa di mata Internasional, terutama dalam hal Nilai Tukar Kurs,... LANJUTKAN, apapun resikonya. Mari kita dukung. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian.
BalasHapusSekarang sy sdg d LN utk ikut training/course, semua temen sy itu, KAGET begitu sy ksh tahu bahwa US$1 sama dengan Rp10.000. Sy salut dg temen dr Maroko, krn nilai tukar Dirham lbh besar dibandingkan USD, 1 Dirham = 2 USD. Oleh krn itu, dg adanya REDENOMINASI, nilai tukar (kurs) RUPIAH thd USD (terutama) akan memberikan Image di dunia Internasional. Amin.
BalasHapusKok belum ada realisasinya,,,
BalasHapustrus.....sosialisasinya mannna ?
BalasHapus