Banjir bandang di Pakistan kali ini, memang bukan main-main. 1.600 Warga Pakistan tewas akibat bencana terburuk di republik itu sejak 80 tahun terakhir.
Banyak korban di desa-desa yang putus asa karena tidak kunjung dievakuasi, meski sebagian besar dari mereka telah diangkut menggunakan helikopter. Akibatnya, mereka pun tidak bisa lagi menahan amarahnya kepada pemerintah.
"Presiden kami keluar mengunjungi negara-negara asing sementara kita tenggelam di sini. Pemerintah tidak melakukan apa-apa," kata Anar Gul, warga Pakistan barat laut, seperti dilansir Reuters, Minggu (8/8/2010).
"Coba lihat kondisi kami. Kami tidak punya air minum, tidak ada makanan. Kami duduk di tengah hujan. Kami tidak punya tenda," protesnya.
Selain merenggut seribuan nyawa, banjir yang telah berlangsung hampir sepekan itu telah membawa dampak buruk terhadap 12 juta penduduk Pakistan. Banjir juga merendam areal pertanian sepanjang lebih dari 600 mil di Sindh Punjab, kota komersial terbesar di Pakistan.
Air bah juga memutus jalan antara Jammu dan Kashmir, sehingga menghambat penyaluran bantuan. Namun, Zardari agaknya masih bisa berkelit menanggapi kritik yang dialamatkan kepadanya. Menurutnya, perdana menteri sudah mampu menangani krisis di Pakistan.
"Ada seorang kepala eksekutif di sana (Pakistan). Menjadi tanggung jawab perdana menteri untuk itu, dia telah memenuhi tanggung jawab," ucap Zardari.
Nggak beda sama Indonesia, koq. Cuma kalo dari LN beritanya jadi menarik. Mungkin juga berita tentang lumpur lapindo kalo di luar negeri juga menarik. Inilah "budaya" pemimpin negara dunia III yg membuatnya sulit keluar dari krisis. Beda sama negara yg udh maju spt USA. Bandingkan dgn Obama saat tumpahan minyak melanda teluk Meksiko. Dalilnya: semakin miskin negaranya, semakin kecil care para pemimpinnya thd situasi negara. Jadi... ya gitu deh.
BalasHapus