20 Maret 2012

Presiden, Saya Mau Keadilan, Bukan Amplop Rp 25 Juta


Indra Azwan (53)–seorang pencari keadilan atas kasus tabrak lari yang menimpa anaknya, Rifki Andika (12), pada 1993–baru tiba di Jakarta pada Minggu (18/3/2012) malam. Lelah. Itu yang terlihat di wajah pria yang sering menyebut dirinya "Singo Edan" ini.
Kulitnya tampak gosong. Rambutnya yang beruban pun lepek karena keringat saat menempuh jarak Malang-Jakarta dengan berjalan kaki. Tertatih-tatih, pria paruh baya ini berjalan memasuki aula kecil di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di Menteng, Jakarta Pusat.
Sesekali ia meringis menahan sakit di kakinya, sambil berusaha duduk di atas sebuah papan di ruangan itu. Perlahan, Indra meletakkan tas ransel yang menemaninya selama 30 hari perjalanan. Di ransel berwarna hitam itu, terselip bendera merah putih yang senantiasa menemani perjalanannya.
Bendera itu sudah lusuh dan kotor. Namun, toh, ia percaya bendera itu bagian dari keadilan yang harus diperjuangkan. Ada juga dua kain putih yang tak lagi putih. Di kain itu terdapat tulisan bewarna merah berbunyi: "Yth Presiden SBY, nyawa anakku harus dihargai. Saya tidak butuh amplop Rp 25 juta oleh istana. Saya tidak butuh janji oleh Kapolda Jatim Rp 2.500.000. Hanya satu harga mati. Akan saya kembalikan semuanya. Keadilan. Demi nyawa anakku. 18 tahun berjuang".
"Saya akan kembalikan uang Rp 25 juta dari Presiden yang beliau titipkan melalui Kepala Bagian Rumah Tangga Istana. Saya tidak butuh uang itu," ujarnya sambil membuka sepatunya perlahan-lahan.
Wajah Indra terlihat menahan perih di kakinya. Tampak luka-luka berdarah di sekitar jemari kaki Indra telah bercampur dengan debu. Ia menolak diberikan obat luka di kakinya. Sambil meringis, ia menggosok kakinya dengan minyak tawon.
Luka itu muncul akibat berjalan kaki dengan rute Malang, Surabaya, Gresik, Lamongan, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, Semarang, hingga akhirnya tiba di Jakarta.
Sebelum bertutur tentang niatnya. Pria tua ini pun mengenang perjalanannya selama 30 hari berjalan kaki. Sekali-kali, ia bercanda untuk melepas penat.
"Saya tidurnya kalau capek, ya, di hotel. Hotel Kuda Laut. Tau, kan? Itu, lho, SPBU, kan, gambarnya kuda laut. Kalau makan di tempat yang mesti berantem. Berantem sama lalat dulu," kata dia sambil tertawa.
"Saya kemarin diajakin makan sama kru TV yang meliput di tempat makan. Saya tolak. Lah, saya enggak cocok makan di tempat mewah begitu. Cocoknya di warteg, yang ada sayur asemnya," kata Indra.
Menurut Indra, kadang sejumlah warung yang ditemuinya tidak ingin Indra membayar makanan yang dimakannya. Ia hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih untuk kebaikan hati orang-orang itu. Dalam perjalanannya, Indra paling lama beristirahat selama satu jam.
Waktu itu ia habiskan untuk mengisap sebatang rokok kretek dan segelas kopi. Satu tempat yang tidak ingin ia singgahi dalam perjalanannya adalah kantor polisi.
"Sudah banyak polisi yang nawarin saya kalau mau istirahat bisa di pos mereka. Saya tolak. Saya enggak mau. Saya enggak percaya lagi sama polisi," ujarnya.
Sambil mengeluarkan isi tasnya, Indra mengatakan, ia hanya membawa empat baju hitam bergambar Singa dan tiga celana pendek serta bekal minum seadanya. Dua bungkus rokok kretek dibawa menemani langkahnya menuju Ibu Kota.
"Saya kasih Presiden waktu paling lambat sampai hari Rabu minggu depan. Kalau tidak, tanggung akibatnya sendiri," kata Indra dengan wajah datar.
Akibat apakah yang harus ditanggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jika tak menerima kehadiran Indra? "Ya, beliau akan diketahui oleh dunia internasional bahwa seorang presiden pun mengenal amplop untuk menyelesaikan masalah. Saya masih simpan slip-slip asli yang waktu itu diberikan kepada saya," ungkap Indra.
Jika, tujuannya untuk mendapatkan keadilan bagi putra terkasihnya tak terpenuhi, Indra bersiap pergi ke Mekkah. "Kalo tidak dipenuhi tuntutannya, saya akan mengadu, pengaduan terakhir saya akan ke Mekkah dari Jakarta," ujar Indra.
Sambil duduk menghela dan mengembuskan napas beberapa kali membuang lelah, Indra menyatakan ini ia lakukan demi penantian keadilan untuk anaknya selama 19 tahun.
Sambil membetulkan topi biru bertuliskan Arema yang sering dipakainya, Indra menyatakan istri dan keluarganya mendukungnya demi mendapatkan keadilan.
"Istri saya tahu sampai di mana kemampuan saya. Dia justru tertawa melihat saya. Dia mendukung saya untuk melakukan ini. Ini demi putra saya," ujar Indra.
Sebelumnya diberitakan, pada tahun 2010, Indra mendapat uang senilai Rp 25 juta dari pihak Kepala Rumah Tangga Istana terkait kematian putranya. Indra menerima uang itu setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu menjanjikan bantuan untuk membongkar kembali kasus kecelakaan anaknya.
Hingga kini, pelaku tabrak lari, Komisaris Joko Sumatri, melenggang bebas. Presiden, ketika bertemu Indra pada 2010, berjanji menginstruksikan aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus tersebut.
Saat itu, Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, dan Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana.
Namun, hingga kini, janji Presiden tinggalah janji belaka. Penuntasan kasus tersebut tak kunjung selesai.


15 komentar:

  1. Maju terus Pak Indra,

    Saya dukung dari sini dengan do'a,
    semoga keadilan di Negeri ini bisa tegak kembali...

    pertamax

    BalasHapus
  2. amiin ya Allah
    pemerintahan Indonesia yang "parah" hanya bagian dari cobaan yang Allah berikan untuk kita.
    smoga "mereka" diberi kesadaran oleh Allah bahwa rakyat bukan untuk ditindas, tapi untuk disayang.

    BalasHapus
  3. saya sangat turut bersedih......
    negara kita harus punya banyak orang seperti bapak....
    jangan seperti para pejabat yang ga punya hati nurani yang dibanyak banyakin......
    saya dukung perjuangan bapak dengan doa......

    BalasHapus
  4. ini baru warga negara indonesia yang sejati...

    BalasHapus
  5. Semangat Pa Indra, Alloh tidak Tidur..

    BalasHapus
  6. ada baiknya bapak langsung ke Mekkah, keadilan Bapak sudah pasti akan di terimaNya....

    BalasHapus
  7. Terima kasih karena masih ada seorang bapak yg benar2 bapak,bukan bapak yg tidur dan tuli mendegar rakyatnya menangis.Bukankah tidak bijaksana bila pemerintah terus tutup mata dan seakan pura2 bisu dan tuli akan kasus ini.

    BalasHapus
  8. Presiden Amplop ............... Hidup Rakyat !!!!!!!

    BalasHapus
  9. nangis aku bacanya.. semangat trs pak Indra terus krn doa adalah senjata yg ampuh!!

    BalasHapus
  10. maju terus Pak, kami mendoakan

    BalasHapus
  11. panjenengan indonesia sejati pak indra....jozzz gandhozz

    BalasHapus
  12. masih tetep pura2 ga tau sama nasib rakyat "KETERLALUAN"!!!!
    cuma mau ngingetin buat bapak presiden tersayang. jadi presiden bukan cuma sekedar jabatan lo pak...

    BalasHapus
  13. presiden yg tdk bijaksana tidak pantas dipanggil BAPAK.....Bpk Indra contoh seorang BAPAK....bukan hanya untuk anaknya semata....apa yg dilakukan Bpk Indra. akan merubah bangsa INDONESIA....entah menjadi baik atau buruk itu tergantung tanggapan si presiden.

    BalasHapus
  14. kebenaran itu ada di kaki anda sepanjang anda berjalan, jangan takut, semangat!!!! gusti ALLAH ngga budeg... semua doa pasti d dengar,, amin ya allah,,,

    BalasHapus