2 Maret 2012

9 Film yang membangkitkan Rasa Nasionalisme


9 Film yang membangkitkan Rasa Nasionalisme
Finroll.com - Keluarga besar dan direksi Finroll.com mengucapkan selamat merayakan Hari kemerdekaan RI yang ke- 66 yang jatuh pada tanggal 17 kemarin MERDEKA.

Masih dalam suasana kemerdekaan RI, kali ini Finroll.com akan membahas beberapa 9 Film yang membangkitkan Rasa Nasionalisme Penontonnya, diantaranya adalah :

9 Film yang membangkitkan Rasa Nasionalisme

1. Trilogi Merdeka

Trilogi Merdeka dapat dikatakan sebagai film yang paling tepat untuk ditonton saat perayaan Hari Kemerdekaan. Mengapa? Karena film ini benar-benar menyuguhkan kisah mengenai perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan.

Trilogi ini dimulai tahun 2009 dengan perilisan film pertama berjudul Merah Putih, disusul Darah Garuda di tahun 2010, dan terakhir Hati Merdeka di tahun 2011. Ini adalah film trilogi perjuangan pertama Indonesia yang berani menyajikan rentetan adegan peperangan yang epik.

Sepanjang pembuatannya sejak tahun 2008, film ini telah mengundang perhatian banyak pihak karena digarap oleh tangan-tangan profesional yang sejarah karirnya sudah mendunia. Film ini memiliki kekuatan di segi visual efek yang dikerjakan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya yang pernah menggarap film-film box office Hollywood.

Film ini pada intinya berkisah mengenai perjuangan sekumpulan tentara Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan mempertahankannya hingga titik darah penghabisan. Konflik di film ini tidak hanya berkisar peperangan semata, namun juga mengenai isu keberagaman suku dan budaya yang memang selalu ada di tengah masyarakat Indonesia yang heterogen. Film ini memiliki semua unsur yang dimiliki Indonesia sebagai negara kesatuan yang sarat dengan perbedaan. It's a must see movie!

Sutradara: Yadi Sugandi

Pemain: Darius Sinathrya, Lukman Sardi, Donny ALamsyah, Teuku Rifku Wikana, Rahayu Saraswati, Astri Nurdin

Studio: Media Desa Indonesia dan Margate House

Tahun rilis: 2009, 2010, 2011

2. Nagabonar Jadi 2

Tidak ada yang lebih baik dari menyaksikan film ini saat merayakan detik-detik kemerdekaan Indonesia. Film terlaris tahun 2007 yang merupakan sekuel dari film terdahulunya, Nagabonar (1987) ini masih saja terasa fresh walaupun disaksikan berulang kali. Menyaksikan film ini tidak membutuhkan energi dan konsentrasi penuh karena pada dasarnya film ini dikemas dengan sederhana, dengan plot yang simpel dan segudang joke yang menyegarkan. Sang legenda, Nagabonar, kembali diperankan dengan sangat brilian oleh Deddy Mizwar, didampingi Tora Sudiro yang berperan sebagai Bonaga, anak laki-lakinya yang telah berubah menjadi pengusaha sukses di Jakarta.

Nagabonar tentu saja sudah tidak lagi berkutat dengan perjuangannya melawan tentara Jepang. Kali ini, ia berusaha melawan perubahan dan penyimpangan yang terjadi di tubuh Indonesia, di mana para pahlawan tidak lagi dihormati dan dihargai jasa-jasanya. Generasi muda Indonesia banyak melupakan dasar-dasar nasionalisme yang membuat mereka berhenti memperjuangkan kemerdekaan mereka-di kondisi dan dengan cara mereka sendiri.

Film ini dianggap sebagai film yang berhasil menyentil sisi sentimentil setiap orang yang menyaksikannya-khususnya mengenai nationality matter. Anda akan dibuat tertawa terbahak-bahak, menitikkan air mata, atau menggeram kesal saat mengikuti setiap adegan di film ini.

Sutradara: Deddy Mizwar

Pemain: Deddy Mizwar, Tora Sudiro, Sandra Dewi, Wulan Guritno, Lukman Sardi, Uli Herdinansyah, Darius Sinathrya, Michael Muliadro

Studio: Demi Gisela Citra Sinema

Tahun rilis: 2007

3. Denias: Senandung di Atas Awan

Film yang satu ini juga sedikit banyak akan mengilik sisi nasionalisme penontonnya. Berkisah mengenai perjuangan seorang anak di pedalaman Papua untuk mengejar pendidikan, film ini menjabarkan begitu banyak fakta mengenai keadaan pendidikan Indonesia di pulau paling timur Indonesia tersebut.

Bukan Alenia Pictures namanya jika tidak memberikan makna mendalam di tiap filmnya. Begitu juga pesan yang terkandung di dalam film ini. Walaupun dikemas untuk dinikmati keluarga, film ini sebenarnya berisi pesan penting yang ingin disampaikan kepada setiap orang yang menyaksikannya: ketidakmerataan pendidikan dan fakta bahwa belum semua anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang layak.

Film ini berhasil lulus seleksi penjurian untuk kategori Film Asing penghargaan Academy Awards ke-80 tahun 2008 lalu.

Sutradara: John De Rantau

Pemain: Mathias Muchus, Nia Zulkarnaen, Ari Sihasale, Macella Zalianty

Studio: Alenia Pictures

Tahun rilis: 2006

4. Batas

Film yang satu ini digarap tanpa main-main. Lihat saja deretan pemeran dan kru yang turut andil di dalamnya. Disutradarai Rudi Soedjarwo, film ini seakan semakin menunjukkan "taringnya" di bawah tangan dingin Slamet Rahardjo sebagai penulis naskah.

Film ini mengangkat kehidupan TKI Indonesia di perbatasan daerah perbatasan Indonesia-Malaysia, Entikong. Di sana, tokoh Jaleswari (Marcella Zalianty), seorang guru yang meninggalkan kehidupannya yang nyaman di Jakarta untuk membereskan permasalahan pendidikan di Entikong, menemukan banyak fakta baru mengenai TKI Indonesia yang ternyata hidup dalam keterbatasan dan kemalangan. Belum lagi, kondisi pendidikan di daerah itu yang sangat memprihatinkan, membuat Jaleswari memutuskan untuk melakukan sesuatu demi (sebagian kecil) sesama saudaranya di negara tercinta Indonesia.

Satu lagi film berbobot yang patut Anda tonton!

Sutradara: Rudi Soedjarwo

Pemain: Marcella Zalianty, Arifin Putra, Ardina Rasti, Jajang C. Noer, Piet Pagau

Studio: Keana Production

Tahun rilis: 2011

5. Gie

Film ini merupakan salah satu film favorit saya. Membaca judulnya, sudah pasti semua orang bisa menebak jika film ini terinspirasi dari kisah hidup aktivis keturunan Tionghoa, Soe Hok Gie. Film ini mengisahkan kehidupan Gie mulai dari masa remaja, duduk di bangku kuliah, hingga perjuangannya melawan pemerintahan Presiden Soekarno yang saat itu berkaitan erat dengan PKI.

Sikap dan pemikiran Gie tertuang di buku hariannya yang kemudian diterbitkan dengan judul "Catatan Seorang Demonstan". Dari buku itulah, Riri Riza dan Mira Lesmana mengolahnya dalam wujud visual. Menyaksikan film ini seakan ikut merasakan perjuangan Gie dalam mengusahakan keadilan dan menyuarakan aspirasi rakyat, khususnya dari kalangan mahasiswa. Tidak ada yang lebih tepat daripada menyaksikan film ini di hari kemerdekaan Indonesia.

Sutradara: Riri Riza

Pemain: Nicholas Saputra, Wulan Guritno, Lukman Sardi, Sita Nursanti, Jonathan Mulia, Donny Alamsyah, Robby Tumewu

Studio: Mirles Pictures

Tahun rilis: 2005

6. King

Another great movie from Alenia Pictures! Kali ini, berkisah mengenai cita-cita seorang anak untuk dapat menjadi pebulutangkis nasional. Dalam segala keterbatasan dana yang dimiliki keluarganya, Guntur (Rangga Raditya), tidak pernah berhenti bermimpi untuk dapat menjadi atlet profesional yang akan membela negara tercintanya di dunia internasional, seperti pebulutangkis idolanya, Liem Swie King.

Film ini memang dibuat terinspirasi oleh prestasi yang ditorehkan Liem Swie King untuk Indonesia di masa-masa kejayaan buku tangkis Indonesia tahun 1980-an. Tidak hanya mengajak anak-anak Indonesia merajut mimpi, film ini juga menyodorkan pesan mulia mengenai rasa nasionalisme yang muncul di dada seorang anak yang hidup dengan sederhana. Bagaimana dengan Anda?

Sutradara: Ari Sihasale

Pemain: Rangga Raditya, Lucky Martin, Surya Saputra,  Ariyo Wahab, Wulan Guritno

Studio: Alenia Pictures

Tahun rilis: 2009

7. Tanah Air Beta

Ingatkah Anda dengan rumah produksi Alenia? Rumah produksi yang didirikan pasangan suami-istri Ari Sihasale dan Nia Zulkanaen ini menjadi angin segar untuk dunia perfilman Indonesia karena selalu menyajikan film-film keluarga yang berkualitas dan sarat amanat. Salah satunya adalah Tanah Air Beta yang mengangkat kehidupan keluarga yang terpisah akibat pelepasan Timor Timur dari Indonesia pada tahun 1998 silam.

Nilai nasionalisme di film ini sangat terasa saat salah satu tokoh utamanya, Tatiana (Alexandra Gottardo), memilih untuk mengungsi ke Kupang, NTT, bersama anak perempuannya, Merry (Griffit Patricia), karena tetap ingin menjadi bagian dari RI. Keputusannya itu harus dibayar cukup mahal karena harus berpisah dari anak laki-lakinya yang masih berada di Timor Timur.

8. Garuda di Dadaku

Film keluarga yang satu ini terasa begitu sarat dengan nilai nasionalisme saat si tokoh utama, Bayu (Emir Mahira), seorang anak yang baru berusia 11 tahun, memiliki keinginan kuat untuk menjadi seorang pemain sepak bola profesional dan bermain untuk membela negaranya di kancah internasional. Konflik di film ini memang tidak begitu kompleks dan plotnya pun sangat sederhana. Namun, itu semua tidak mengurangi makna mendalam yang ingin disampaikan sang sutradara, Ifa Isfansyah, mengenai nilai-nilai nasionalisme.

Jika Anda berpikir ini adalah film yang hanya cocok disaksikan anak-anak-karena pemeran utamanya adalah anak-anak dan plot yang disajikan terlalu sederhana dengan konflik klise yang menguji persahabatan, sebaiknya berpikir ulang. Pada dasarnya, semua film keluarga dapat disaksikan semua kalangan, tanpa terkecuali.

Rencananya, film ini akan dibuat sekuelnya dan produksinya sudah berlangsung sejak Juli lalu.

Sutradara: Ifa Isfansyah

Pemain: Emir Mahira, Aldo Tansani, Marsha Aruan, Ikranegara, Ari Sihasale, Maudy Koesnaedi

Studio: Sbo Films Dam Mizan Productions

Tahun rilis: 2009

Film ini terasa sangat spesial karena mengambil latar di Atambua, NTT. Tentunya, tidak banyak atau bahkan belum ada film yang mengangkat kehidupan masyarakat Atambua. Sebuah tayangan yang cukup menghibur dan juga sangat edukatif.

Sutradara: Ari Sihasale

Pemain: Alexandra Gottardo, Griffit Patricia, Lukman Sardi, Ari Sihasale

Studio: Alenia Pictures

Tahun rilis: 2010

9. Minggu Pagi di Victoria Park

Film ini mengangkat kisah mengenai nasib tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia di Hong Kong. Judul "Minggu Pagi di Victoria Park" merujuk ke tradisi para TKW Indonesia yang memang sering berkumpul di Victoria Park, sekadar berbagi cerita mengenai kehidupannya masing-masing. Tidak banyak atau bahkan baru kali ini ada film yang mengangkat kehidupan TKW Indonesia, yang pada kenyataannya sering mendapatkan perlakuan diskriminasi dari negaranya sendiri.

Menyaksikan film ini membuat saya merenungkan banyak hal, termasuk fakta bahwa para TKW tersebut berada dalam kondisi yang tidak memiliki pilihan lain kecuali menjalankan hidup mereka di negara orang: suka ataupun tidak suka. Melalui film ini, banyak hal yang bisa kita petik, salah satunya menumbuhkan rasa empati terhadap mereka dan berusaha menghargai perjuangan mereka untuk bertahan hidup. Yes, they belong to our country. Sudah seharusnya mereka dihargai sepatutnya, seperti yang tertulis di pintu kedatangan terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta: Selamat Datang Pahlawan Devisa.

Sutradara: Lola Amaria

Pemain: Lola Amaria, Titi Sjuman, Donny Alamsyah, Donny Damara,

Distributor: Pic[k]lock Production

Tahun rilis: 2010


2 komentar:

  1. cape dech
    nasionalisme yang hanya sesaat dan di film, kenyataanya pemerintah sendiri tidak nasionalisme dengan menjual negara indonesia secara tidak langsung.
    mulai dari freeport, newmont, angkasa pura, sampai aneka tambang semua di keruk habis oleh negara asing.

    BalasHapus
  2. @anonim diatas : Lalu kira-kira apa yang sudah anda lakukan untuk negara ini sehingga anda dengan enengnya bisa berkata "cape deh" terhadap rekan-rekan sebangsa kita yang berusaha membangkitkan nasionalisme melalui perfilman. Adakah tindakan yang sudah anda lakukan untuk membuktikan nasionalismemu selain mencibir?

    BalasHapus