27 Februari 2012

Soal BBM, RI Bisa Belajar Dari Malaysia


Mantan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Adi Putra Darmawan Taher mengingatkan bahaya yang mungkin timbul jika bahan bakar minyak (BBM) tidak dinaikkan.
Kendati demikian, ia meminta kepada Badan Urusan logistik (Bulog) untuk membuat pengaman stabilitas harga bahan pokok.

"Harga minyak sekarang sudah di atas US$100 per barel, sedangkan APBN-P kita mematok harga US$90 per barel sehingga keseimbangan budgetterganggu," tutur Adi di sela Rapat Kerja Daerah (Rakerda) DPD Partai Golkar Bali, di Sanur, Denpasar, Bali, Minggu 26 Februari 2012.

Anggota DPR dari Partai Golkar itu mengakui, kenaikan harga BBM tak bisa dihindari. Hanya saja, jalan keluar yang harus diambil pemerintah yakni mengeluarkan kebijakan untuk memberi kompensasi kepada mereka yang terkena dampak langsung atas kenaikan harga BBM tersebut.
Menurutnya, rencana kenaikan BBM mesti diiringi dengan skenario memberlakukan kembali pemberian Bantuan Tunai Lansung (BLT). Namun, untuk jangka panjang BLT bukan solusi tepat.

"Kalau mau kirim langsung kepada yang berhak melalui penyaluran rekening, tidak lewat birokrasi," kata Korwil Pemenangan pemilu Bali, NTB dan NTT Partai GOlkar itu. Selama ada disparitas harga di pasaran, urai dia, pasti akan ada penyelewengan.

Selain itu, jelas dia, Partai Golkar melihat skema kenaikan BBM yang dilakukan Malaysia bisa dijadikan contoh oleh Indonesia. Meski menaikkan harga BBM, Malaysia memberi proteksi kepada 17 kebutuhan bahan pokok.

"Malaysia bisa menjadi salah satu model skema kenaikan harga BBM. Jadi, diberi buffer oleh Bulog. Kita lebih menganut keseimbangan pasar," ungkap Adi.

Selain itu, Adi melanjutkan, hal utama yang mesti dilakukan pemerintah adalah pembangunan insfrastruktur. Dengan begitu, akan membuka lapangan pekerjaan yang lebih banyak.

"Jadi tak perlu banyak orang yang diberi subsidi. Income perkapita kita juga diharapkan tembus di kisaran angka Rp10 ribu," ujarya.

"Bappenas sudah merencanakan itu. Sudah dialokasikan dana Rp21 triliun untuk infrastruktur," tambah Adi


7 komentar:

  1. jika transportasi umumnya memadai dan terhindar dari kemacetan sih tidak masalah.bisa beralih ke transportasi umum seperti: MRT, monorail yang sudah diterapkan org pemerintah malaysia ke ibukotanya dengan akses strategis dan terjangkau diperkotaanna. bus2nya di malaysia juga aman dan nyaman

    BalasHapus
  2. yup,,,

    tata kota

    infrastruktur yg mumpuni

    alat transportasi memadai

    drainase / pengairan yang baik

    pembatasan kendaraan pribadi

    keamanan dan ketertiban

    itu adalah sebagian kecil solusi dari kami rakyat biasa,yang tentunya mungkin memberikan kontribusi terbaik...

    maka dari itu,beberapa pihak yg terkait dengan masalah itu semua mesti kerjasama untuk memecahkan masalah secara dingin...

    BalasHapus
  3. bullshit klo malaysia jadi contoh, itu negara kurang ajar ama kita Indonesia malah di jadiin contoh. Negara kita ini negara kaya, bukan cuma minyak bumi, ampe emas aja dirampok ama Amerika melalui freeport, harusnya cadangan minyak kita buat kita gak perlu bayar tuh bbm malah. pejabat-pejabat itu cuma taunya gimana mereka kaya.
    Klo subsidi bbm di cabut yang senang kan spbu kayak shell, total dan sejenisnya. Coba lihat semakin banyak spbu dari luar yang pada buka di Indonesia. Klo kita gak segera mencabut subsidi mereka bisa bangkrut. itu sebabnya mereka sogok tuh para pejabat korup dan cabul yang taunya klo lagi kerja cuma nonton bokep.

    BalasHapus
  4. Indonesia kacaunya sudah kayak benang kusut, dilihat dari pemerintahan yang berdampak pada infrastruktur dan ekonominya menindas rakyat, tapi sebagai rakyat tidak boleh tergantung pada pemerintah, namun dana jangan di keruk sama pemerintah donk, bgmn rakyat bisa membangun klo dananya tidak turun dari pemerintah

    BalasHapus
  5. mau harga BBM 10rb jg gpp kalo rata2 pendapatan masyarakatnya tinggi. Masalahnya kan rata2 pendapatan masyarakat masih relatif rendah. Lagipula manurut saya bukan tata kota yg gak bener tp pembangunan tidak merata, terlalu berkonsentrasi, ini disebabkan di rata2 pekerjaan dengan upah/gaji besar terdapat dikota (mindset masyarakat seperti itu) begitu pula dangan pendidikan msyarakat menilai sekolah/perguruan tinggi di kota lebih baik. Sehingga urbanisasi dari desa ke kota tidak terelakkan. Sebetulnya bisa saja ini diatasi jika pemerintah mau dengan membangun pemerataan infrastruktur di daerah-daerah, membuat kota-kota kecil baru di daerah-daerah, tentu saja di kota-kota baru inilah lapangan pekerjan dengan pendapatan menengah keatas dimunculkan sehingga orang2 dari kota-kota besar berbondong2 untuk tinggal dan bekerja disana.

    BalasHapus
  6. semua salah dari awalnya! kita hidup di negara yang malas mengubah keadaan.

    BalasHapus