Seorang bhiksu Tibet melintasi "thangka", lukisan suci yang dilukiskan di atas kain di Tongren, Provinsi Qinghai. Lukisan ini merupakan bagian dari Festival Monlam.
Api dalam sekejap melahap tubuh perempuan 35 tahun itu. Namun ia tak melawan panas yang membara itu. Pada awal November lalu, tubuh Palden Choetso terbaring di jalanan dengan api menyala-nyala hingga akhirnya ia meregang nyawa. Biksuni dari Biara Gaden Choeling itu memang sengaja membakar diri. Sebelum api mengakhiri hidupnya, ia berteriak lantang,
"Hidup Dalai Lama. Kembalikan Dalai Lama ke Tibet."
Ia bukan orang Tibet terakhir yang membakar tubuh. Kamis lalu, seorang biksu Tibet membakar dirinya di Nepal. Sebelum menyalakan api, pemuda 20 tahun yang belum diketahui identitasnya itu membungkus tubuhnya dengan bendera Tibet. Beruntung, pria yang menjadi urutan ke-12 dalam urusan pembakaran tubuh ini segera diselamatkan.
Tren bakar diri menjadi catatan gelap sejarah pendudukan Tibet oleh Cina. Selama setahun terakhir, tercatat 12 biksu, biksuni, dan mantan biksu di berbagai wilayah komunitas Tibet, baik di Cina maupun Nepal, membakar diri hidup-hidup. Setidaknya enam dinyatakan tewas, sedangkan sisanya entah di mana.
Upaya ini rupanya menjadi langkah terakhir untuk menarik perhatian dunia, terutama rezim Cina, terhadap kesewenang-wenangan yang terjadi pada komunitas Tibet. "Ini adalah tindakan putus asa melawan ketidakadilan dan represi rezim Cina terhadap Tibet," kata Karmapa Lama, salah satu petinggi religius Tibet.
Apalagi rezim Cina justru semakin beringas memberangus tren ini. Seorang juru kamera kantor berita AFP sebulan lalu menunjukkan tayangan video ribuan tentara yang kini mulai menempati Kota Aba di Provinsi Sichuan, tempat Biara Kirti, yang selama ini menjadi markas "pembakaran diri", berada. Berdasarkan laporan warga setempat, tentara dan polisi disiagakan lengkap dengan pemadam api.
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar