28 Oktober 2011

Puskesmas Terapung yang Mondar-mandir di Sungai Mahakam


Kondisi geografis di Kabupaten Kutai Barat menyulitkan masyarakat untuk pergi ke puskesmas pembantu (Pustu) karena jaraknya yang jauh. Sehingga kebanyakan masyarakat lebih memilih pengobatan ke dukun atau alternatif. Dengan puskesmas terapung yang lokasinya berpindah-pindah memudahkan masyarakat mendapat fasilitas kesehatan. Ide awal dari Puskesmas Apung KM Mook Manaar Bulatn ini berasal dari Bupati Kutai Barat yaitu Ismael Thomas pada tahun 2006, dan puskesmas terapung ini resmi beroperasi pada November 2008.

puskesmas apung

"Tujuannya melayani masyarakat yang ada di bantaran sungai mahakam sehingga bisa menyentuh ke masyarakat banyak dan untuk melayani kesehatan ini musti jemput bola," ujar Ismael Thomas, SH dalam video mengenai puskesmas terapung yang diputar di Gedung Kemenkes.

puskesmas apung

Selama ini kebanyakan masyarakat lebih memilih pengobatan ke dukun atau alternatif karena pergi ke puskesmas pembantu (Pustu) jaraknya jauh. "Meski ada Pustu, jarak antar kampung A dan B jaraknya bisa mencapai 2-3 jam, jadi puskesmas terapung ini sangat membantu serta mendekatkan akses masyarakat terhadap kesehatan sehingga bisa mendapat pelayanan yang lebih baik," ujar Kadinkes Kutai Barat, Zulkarnaen, SE, MKes.

Puskesmas terapung ini terbilang lengkap karena bisa melayani kesehatan umum, gigi, ibu dan anak serta keluarga berencana (KB) dan ada dokter spesialis yang datangs ecara berkala. Meski puskesmas ini berada di dalam kapal, tapi peralatan yang dimiliki terbilang cukup lengkap seperti ada alat USG, peralatan bedah minor, laboratorium serta rontgen portable yang standarnya sama seperti pelayanan kesehatan di darat.

Di kabupaten Kutai Barat ini ada sekitar 50 kampung yang terdiri dari 166 ribu jiwa, sedangkan biaya operasional yang diperlukan untuk puskesmas terapung ini sekitar Rp 1,7 miliar per tahunnya. Rute perjalanan dari puskesmas terapung ini dimulai dari Pelabuhan Melak yang berada di tengah-tengah dari kabupaten Kutai Barat lalu menuju daerah hulu sungai, kemudian balik lagi ke Pelabuhan Melak untuk mengambil kebutuhan logistik lalu berangkat menuju daerah hilir sungai.

Setiap kali puskesmas ini merapat di dermaga maka tidak ada waktu yang pasti berapa lama puskesmas ini berada di daerah tersebut. Hal ini karena tergantung dari jumlah pasien yang datang ke puskesmas tersebut. Masyarakat biasanya sudah mengetahui kapan jadwal puskesmas terapung akan merapat ke daerahnya, sehingga ketika puskesmas terapung ini datang maka warga sudah menunggu di dermaga. Sebagian besar pasien dari puskesmas terapung ini adalah anggota Jamkesda dan Jamkesmas.

"Masalah yang banyak dihadapi oleh masyarakat disini adalah hipertensi (tekanan darah tinggi), maag serta penyakit infeksi tenggorokan seperti batuk pilek," ujar dokter PTT yang bekerja di puskesmas terapung ini, dr Aditya Nugraha.

Sedangkan untuk masalah persalinan masih banyak masyarakat yang percaya dengan dukun, kalau terjadi perdarahan atau bayinya meninggal baru meminta bantuan tenaga kesehatan. Meski begitu setiap kali puskesmas terapung ini merapat, maka masyarakat akan memilih berobat ke puskesmas. Pasien yang mendatangi puskesmas terapung ini terbilang banyak bahkan pernah dalam 1 hari melayani hingga 200 pasien dengan waktu kerja sekitar 20-24 hari dalam sebulan tergantung dari kondisi cuaca.

Meski begitu di kapal ini juga terdapat ruang santai seperti fasilitas karaoke yang bisa digunakan oleh para kru puskesmas untuk melepas lelah dan juga mengurangi tingkat stres karena harus berada di atas kapal dalam jangka waktu lama. Saat ini baru terdapat 1 puskesmas terapung. Rencananya kabupaten Kutai Barat akan menambah 1 kapal lagi agar bisa saling mengisi serta dapat meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat.


3 komentar:

  1. solusi pelayana kesehatan yang disesuaikan dengan kondisi riil lapangan.

    lanjutGan !

    BalasHapus
  2. semoga terus sLancar dan berhasiL daLam aktivitas membantu masyarakat terpenciL...

    BalasHapus