28 Juli 2011

Ganja Adalah Jawaban Bagi Epidemi Autisme

Kasus Autisme sebagai sebuah gangguan perkembangan syaraf pada manusia merupakan sebuah fenomena dengan pertumbuhan yang mengejutkan. Saat ini ‘prevalensi’ atau ukuran ‘seberapa seringnya’ autisme muncul pada masyarakat adalah satu hingga dua setiap 1000 (seribu) orang populasi.

Autisme juga telah diketahui memiliki resiko yang lebih besar muncul pada anak laki-laki. Rasio perbandingan antara laki-laki dan perempuan dalam hal ini adalah 4.3 : 1. Studi-studi ilmiah di seluruh dunia juga menemukan bahwa kasus autisme tidak terkait sama sekali dengan status sosio ekonomi maupun ras dan etnisitas. Fenomena Autisme datang kepada keluarga-keluarga di seluruh dunia tanpa mengenal batasan dan identitas.

Menurut definisi dari wikipedia, autisme merupakan gangguan perkembangan syaraf yang dicirikan dengan terganggunya komunikasi dan interaksi sosial, perilaku yang berulang-ulang (repetitif) dan terbatas/terikat pada pola tertentu. Pengidap autisme memiliki otak dengan mekanisme dasar pemrosesan informasi yang berbeda dengan kebanyakan manusia. Berbeda dengan berbagai penyakit syaraf lain (seperti Parkinson, Alzheimer atau Multipel Sklerosis), autisme tidak
memiliki mekanisme pemersatu yang jelas, baik pada tingkat molekular, sel, maupun tingkat sistem yang bisa menjelaskan berbagai gejala yang terkait dengannya.

Semua tingkat organisasi syaraf seperti mengalami perubahan yang radikal pada orang dengan kondisi autisme. Selain syaraf, sistem kekebalan tubuh, hormon, metabolisme, pencernaan, hingga organ sensori juga mengalami kelainan bila dibandingkan dengan mayoritas populasi manusia.

Gejala2 yang terkait dengan Autisme yang termasuk dalam PDD (Pervasive Developmental Disorder) atau ‘Gangguan Perkembangan Menyeluruh’ merupakan beban hidup yang cukup berat bagi keluarga-keluarga dengan anggota yang mengidap gangguan tersebut. Beberapa keluarga telah memberikan kesaksian bahwa ganja (Cannabis sativa) ternyata berhasil mengurangi berbagai gejala berikut pada individu dengan autisme :

Kecemasan, dari ringan sampai parah, agresi, gangguan panik, emosi amarah secara umum, tantrum (mengamuk), kecenderungan menghancurkan barang-barang & kecenderungan melukai diri sendiri.

Berikut adalah testimoni kesaksan dari Bernard Rimland, seorang pakar Autisme yang telah dikenal di seluruh dunia, Rimland merupakan pendiri dan direktur dari Autism Research Institute (ARI) pada tahun 1967, dan Autism Society America (ASA) (1965) :

“Saya bukan orang yang pro-obat-obatan, namun saya sangat mendukung pengobatan yang efektif dan aman terutama pada kasus dimana perilaku individu dengan autisme telah berdampak sangat buruk dan tidak merespon terhadap intervensi yang lain,” tulis Bernard Rimland.

“Bukti-bukti awal menyarankan bahwa marijuana (ganja) medis dapat merupakan pengobatan yang efektif bagi autisme, selain memang lebih aman daripada obat-obatan yang secara rutin diresepkan oleh dokter.” Ujarnya lebih lanjut.

Kesaksian serupa telah bermunculan dari orang-orang tua dengan anak atau anggota keluarga yang mengidap autisme dari seluruh dunia. Sayangnya kesaksian-kesaksian ini merupakan langkah berani dan radikal yang diambil oleh orang-orang tua tersebut tanpa dukungan resmi dari dokter-dokter maupun lembaga kesehatan karena terkait dengan status ganja yang dipolitisir oleh pemerintah di banyak negara di dunia.

Sampai kapankah lembaga-lembaga ini terus menutup mata terhadap alternatif aman dan efektif terhadap anak-anak dengan autisme? sementara obat-obatan farmasi resmi (sperti methylpenidate/ritalin) yang diresepkan oleh dokter untuk gangguan serupa justru memiliki efek samping yang megerikan seperti gagal jantung hingga menyebabkan kematian?


sumber

4 komentar:

  1. sekali lagi....ganje emang toooop !

    BalasHapus
  2. ALAH... KALO UDAH MASUK INDONESIA
    PALING FPI LAGI YANG MUNCUL...
    NTAR ALASANNYA PALING "KALO ANAK ANDA AUTIS, ITU SUDAH TAKDIR DARI TUHAN SUBHABLA-BLA"
    GA BAKALAN BISA DITERAPKAN DISINI DEH TUH METODE PENGOBATAN TERAPI GANJA...
    APALAGI DOKTER DOKTER DISINI TAUNYA CUMA CARI DUIT AJ, BARU LULUS DAPET GELAR DOKTER DAH LAGAK BUKA KLINIK...
    TARIF BEROBAT :
    *ORANG MISKIN KALO BISA JGN SAKIT
    *ORANG KAYAK SILAHKAN SAJA, OBATNYA DIMAKAN YAH, NTAR BELI LAGI OBATNYA.
    *ORANG MENENGAH,KALO GA MAU CARI DOKTER LAIN

    BalasHapus
  3. buat TS diatas ane :

    kalo ente non-muslim, ane cuma bisa sampai pada empati dan memahami pendapat ente.

    kalo ente muslim, ane cuma bisa ngurut dada, betapa dangkalnya ente punya konsep fiqih pengobatan dan tarikan hukum halal-haram pengobatan.

    sekedar informasi, benda2 haram dalam kondisi tertentu bisa dan boleh jadi obat selama :
    1.belum ditemukan obat dari bahan yang halal.
    2.pemakaian dalam kadar terukur khasiatnya dan tidak membuat bahan itu jadi halal selanjutnya.

    kalo soal takdir.......tergantung ente mendefinisikan takdir itu apa.

    kalo soal dokter yang ente bilang orientasinya duit........, ane cuma mikir....betapa stereotipnya ente punya isi kepala dan isinya cuma buruk sangka dan pesimis melulu.....

    coba cari di mbah gugel....ada dokter di papua cuma dibayar 2000perak tapi sukses. Ane pengen tau...ente mo berpandangan apa ( kecuali kalo dasarnya ente emang gak suka melihat kenyataan kalo ente punya pendapat gak 100% bener )

    terakhir.....biasakan untuk mengkombinasikan kecerdasan isi 'pala ente ama kecerdasan bacot ente selama komeng di trit begonoan diatas. Dan....gak perlu pake Capslock buat nulis....semua bisa ngerti unek2 ente dan belum rabun macem ente.

    kecewa boleh, prihatin boleh.......tapi yang proporsional donk !

    BalasHapus
  4. ^ada benarnya juga gan, pelayanan kesehatan di negri ini masih merupakan barang yang mewah, tak heran kebanyakan kalangan menengah ke bwh lebih memilih untuk mengobati diri sendiri di rumah drpd pergi ke RS/dokter. yg lebih parah lg mereka pergi ke dukun, weleh-weleh. Jujur aja ane juga gitu gan, kalo gak parah2 amat ane mending istirahat di rumah aja deh, sayang uang gan kalo ke RS/dokter toh pergi ke sana juga lom temtu sembuh. Yg lebih parah bahkan ada kerabat saya dia kena DBD pas di bawa ke RS baru beberapa hari dia minta pulang padahal blm sumbuh tuh DBD nya, katanya di RS malah tambah stress krn harus mikirin gmn bayarnya.

    BalasHapus