28 Oktober 2010

Macet Jakarta Vs Macet Beijing

beijing trafficjam 460x299 Jakarta Beijing, Macetnya Sama Tapi  Beda [Bag. 2]

Apa yang dilakukan pemerintah kota Beijing tersebut mungkin telah dijalankan pemerintah kota DKI Jakarta. Hanya saja, rencana yang disampaikan Beijing terasa lebih terarah dan sistematis, sementara Jakarta baru sekadar wacana dan penuh polemik.

Contoh wacana penanggulangan masalah lalu lintas di Jakarta yang hingga detik ini masih terkatung-katung adalah program monorail, pengembangan jalur Busway berikut armadanya, pemberlakuan zona lalu lintas terbatas, hingga tarif parkir.

Selain itu, pemerintah Jakarta juga lebih senang menyalahkan industri otomotif yang terus memproduksi kendaraan. Hal ini berbeda dengan pola pandang Beijing yang ternyata tidak memusingkan laju produksi mobil di kotanya.

“Beijing tidak khawatir dengan perusahaan otomotif. Yang kami fokuskan adalah membuat penataan agar kita memiliki aturan penggunaan mobil,” lanjut Liu. Pada intinya, Liu menjelaskan pemerintah tidak akan membatasi kepemilikan kendaraan kepada publik.

Di Jakarta yang dirasakan justru berlainan. Setiap dimintai keterangan tentang kemacetan, para pembuat kebijakan selalu mengambinghitamkan populasi kendaraan yang setiap hari bertambah.

Hal ini membuat kesan bahwa pemerintah Jakarta sudah pusing mencari solusi. Bahkan menjadi lucu ketika kemacetan Jakarta dikatakan harus menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Kontra sekali dengan Beijing yang menangani masalah kotanya bersama dengan kota-kota lain di China.

Pemerintah Beijing sendiri sadar bahwa apabila tidak dilakukan perbaikan sistem kelola lalu lintas dari sekarang, kota tersebut akan mengalami masalah berat dalam lima tahun ke depan.

Pusat Pengembangan Data Beijing mencatat pada tahun 2015 kota ini akan dihuni 7 juta mobil. Dengan kata lain, di saat itu setiap mobil hanya memiliki kemampuan meluncur rata-rata kurang 15 km/jam. Ya, kecepatan ini masih jauh lebih baik dari kondisi di Jakarta hari ini ketika pagi dan petang.

Pemerintah Jakarta ternyata juga lebih pusing dari Beijing. Lihatlah bagaimana kepolisian dan pemda DKI Jakarta yang kini sibuk menerapkan peraturan teknis mikro berupa penutupan kases masuk pusat perbalanjaan hingga pengaturan ulang lajur putar arah.

Kedua pihak berwenang tersebut bahkan telah mengeluarkan wacana tentang pembatasan jalur untuk kendaraan berat (truk). Terobosan ini juga terasa instan dan sebenarnya bukan solusi taktis.

Nick Reilley, salah seorang petinggi General Motos yang sempat berkantor di Shanghai, China, pernah mempertanyakan arus kendaraan industri di Jakarta tatkala dirinya berkunjung ke Ibu Kota.

“Bagaimana mungkin truk-truk besar ikut membelah kota bersama mobil-mobil penumpang? Tidakkah Jakarta memiliki jalur khusus ke pelabuhan dari kawasan industri? Kemacetan kota meningkatkan biaya tinggi untuk industri,” katanya kepada Dapurpacu.com.

Ketika diajak melintas gedung Parlemen di Senayan, Nick juga sempat bertanya tentang tujuan truk-truk yang sedang melaju di tol Gatot Soebroto. Saat mengetahui, bahwa sebagian besar truk tersebut akan menuju pulau Sumatera, Nick menggelengkan kepalanya. “Benar-benar masuk kota…,” ucapnya.

Pemerintah Beijing tidak sedikit pun memusingkan hal tersebut. Pasalnya, tata ruang kota di Beijing sudah diarahkan sesuai pelaksanaan rencana jangka panjang. Tak sekadar untuk kelancaran mobilitas publik, tapi juga mengukur kepentingan bisnis dan industri.

Sekali lagi, ini kontras dengan Jakarta yang dengan mudah memberikan izin pendirian mall-mall, sementara tidak berfikir panjang tentang aspek yang akan ditimbulkannya. Pemerintah Jakarta juga cenderung baru bergerak ketika masalah mulai menghimpit.

Maka tak salah jika masyarakat kota Jakarta kini mendesak adanya sebuah perubahan dalam kelola lalu lintas. Tanpa ada reaksi cepat dari pemerintah daerah DKI Jakarta bukan mustahil Twitter dan Facebook akan terus berisi cacian untuk gubernur.

Pertanyaannya, mengapa Jakarta tidak belajar, atau setidaknya mengintip upaya yang sedang giat dilakukan pemerintah Beijing. Cobalah tengok tentang rencana pembangunan tiga Ring Road di Beijing sebagai kopensasi akan diberlakukannya batas emisi kendaraan ekstrim di tengah kota.

“Penerapan batas emsisi yang ekstrim akan mengurangi mobilitas kendaraan di tengah kota, sekaligus menjaga lingkungan. Namun untuk menjamin mobil-mobil yang belum memenuhi syarat emisi tetap bisa bergerak, kami akan menyediakan Ring Road,” ujar Wu Changhua, seorang pakar lingkungan hidup yang duduk dalam komisi perencanaan tata ruang kota Beijing.

Ya, inilah Jakarta, sebuah kota yang memiliki masalah sama dengan Beijing, namun menyimpan strategi penanganan berbeda.


Sumber : http://www.dapurpacu.com/jakarta-beijing-macetnya-sama-tapi-beda-bag-2/

2 komentar:

  1. dia belum tau kemacetan beijing sampai seminggu!

    BalasHapus
  2. @anonim1, yg ditekankan adalah pemecahan masalahnya. Beijing mungkin smp skrg masih tetap macet tp dgn pemecahan yg tepat, kemacetannya mungkin segera di atasi. Kendala dr kita adalah pemecahan masalah yg tepat.
    Segala sesuatu permasalahan (kemacetan, kemiskinan, sampah, banjir dll) akan menjadi lebih baik pd suatu saat jika ada problem solver yg tepat.

    BalasHapus