Demo TKI Tuntut Klaim Asuransi
Menanggapi  konflik dengan Malaysia, Ketua DPR Marzuki Alie mendukung sikap lunak  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alasannya, dengan bersikap tegas  terhadap Malaysia, Indonesia cuma akan mendapatkan harga diri. Sementara  ada 2 juta TKI yang harus dilindungi.
Padahal, ketidaktegasan  itulah yang membuat penganiayaan TKI terus berulang. Ketidaktegasan itu  sendiri bisa menjadi isyarat adanya persekongkolan antara Indonesia dan  Malaysia yang menghendaki bisnis jual beli TKI tetap aman terkendali.
Kebijakan  Malaysia
Malaysia adalah pengimpor TKI terbesar.  Setidaknya, 85 persen buruh migran di Malaysia adalah TKI. Angka ini  menunjukkan bahwa ketergantungan Malaysia kepada TKI sangatlah tinggi.  Meski demikian, dari sudut pandang keselamatan manusia, Malaysia sudah  tidak layak menjadi negara tujuan TKI.
Kebijakan Malaysia untuk  buruh migran secara eksplisit melegalkan perbudakan. Bagi buruh migran  yang bekerja sebagai PRT, misalnya, Malaysia menerapkan kebijakan yang  membuat majikan bisa berganti-ganti PRT, tetapi PRT tidak punya hak  untuk berganti majikan. Visa dan izin kerja PRT melekat pada satu  majikan dan Malaysia memberikan wewenang kepada majikan untuk menahan  paspor PRT agar mereka tidak lari.
Ketika PRT mengalami  penganiayaan, aturan yang diterapkan Malaysia menghambat mereka  melaporkan kasusnya sebab pelaporan bisa berdampak deportasi. Kalaupun  PRT berhasil melaporkan kasusnya, ada aturan lain yang menghambat mereka  memperoleh keadilan.
Malaysia mewajibkan buruh migran yang menunggu penyelesaian kasus kekerasan mengajukan permohonan visa khusus yang harganya 100 ringgit. Visa khusus ini berlaku hanya satu bulan.
Padahal, penyelesaian kasus kekerasan butuh waktu sampai empat tahun. Sementara pemegang visa khusus tidak diperbolehkan bekerja. Akhirnya TKI yang mengalami penganiayaan memilih menyerah ketimbang memperkarakannya.
Kalaupun kasus penganiayaan itu berhasil dibawa ke pengadilan, pengadilan Malaysia condong berpihak kepada kepentingan warga Malaysia. Dalam kasus penganiayaan Nirmala Bonat, majikan bisa bebas dari penjara hanya dengan membayar 200.000 ringgit.
TKI yang mengalami kekerasan di rumah majikan tak punya pilihan. Mereka terpaksa lari dari majikan dan menjadi TKI ilegal atau tetap bertahan dalam kondisi perbudakan. Setiap bulan 1.200-2.550 PRT lari dari majikan akibat kekerasan, gaji tidak dibayar, atau kondisi kerja berat. Dari jumlah tersebut, tidak sampai 10 persen yang ditangani KBRI.
Kebijakan Indonesia
Kebijakan  Indonesia tidak kalah kejam dengan Malaysia. Malaysia melegalkan  perbudakan, sementara Indonesia membuka peluang perdagangan orang.  Sebab, pemerintah lebih banyak menyerahkan perlindungan TKI kepada  PJTKI, mulai dari perekrutan, pelatihan, pengurusan dokumen, sampai  penyelidikan kematian TKI di luar negeri.
Yang terjadi, catatan  International Organization of Migrant menunjukkan, 67 persen korban  perdagangan orang direkrut PJTKI resmi.
Kalau kita simak isi  Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan  TKI di Luar Negeri, 93 persen pasal membahas soal bisnis penempatan TKI.  Hanya 7 persen pasal yang membahas tentang perlindungan TKI.
Undang-undang  juga menciptakan konflik antara Kemennakertrans dan BNP2TKI yang kian  memperlemah perlindungan TKI. Bisa dipahami, ketika 513 TKI meninggal di  Malaysia pada tahun 2008, Presiden tidak tahu.
Ratusan TKI  terancam hukuman mati, pemerintah juga terlambat tahu. Padahal, dari 513  TKI yang meninggal itu, 87 persen adalah TKI berdokumen. Menjadi TKI  legal sekalipun tak terjamin keselamatannya.
Kini perlindungan  TKI semakin buruk. Serikat Buruh Migran Indonesia mencatat, dalam dua  tahun terakhir kasus penganiayaan TKI meningkat 39 persen, kasus  kekerasan seksual meningkat 33 persen, kasus kecelakaan kerja meningkat  61 persen, dan kasus TKI sakit meningkat 107 persen.
Data BNP2TKI  juga menunjukkan, proporsi TKI berkasus meningkat dari 12,6 persen pada  tahun 2009 menjadi 21 persen pada tahun 2010.
Persekongkolan
Kita  banyak mengecam Malaysia atas penganiayaan TKI. Padahal, Pemerintah  Indonesia lebih kejam terhadap TKI. Malaysia melegalkan perbudakan demi  membela kepentingan warga dan bangsanya sendiri.
Sementara  berhadapan dengan sistem perbudakan Malaysia, Pemerintah Indonesia  justru membuat kebijakan yang mempermudah warganya diperdagangkan dan  tidak hadir di saat TKI menghadapi masalah hingga kehilangan nyawa.
Ironis  bahwa saat TKI didorong memperbesar devisa, mengumpulkan uang receh  negara tetangga dengan risiko kehilangan nyawa, para pejabat justru  memperbesar korupsi dan DPR sibuk membangun gedung mewah dengan spa,  fitness center, dan kolam renang demi kesenangan sendiri.
Di  mata dunia, Indonesia adalah negara paling buruk dalam perlindungan  warganya di luar negeri. Sekadar perbandingan, ketika buruh migran  Filipina dideportasi dari Malaysia tahun 2002 dan seorang di antaranya  dilecehkan secara seksual, Presiden Filipina datang ke Malaysia,  menjemput mereka, dan mempersoalkan pelecehan yang menimpa warganya.  Tindakan tegas itu memaksa Mahathir meminta maaf secara publik kepada  pemerintah dan bangsa Filipina.
Buruh migran Filipina di Malaysia  hanya 6 persen, tetapi Filipina mampu memaksa Malaysia membuat memorandum  of agreement (MOA). Dengan 85 persen PRT di Malaysia, Indonesia  sama sekali tidak mampu memaksa Malaysia membuat nota kesepahaman (MOU)  yang tingkatnya lebih rendah daripada MOA.
Malaysia akan terus  bertindak sewenang-wenang kepada TKI karena di hadapan Malaysia,  Pemerintah Indonesia sudah kehilangan harga diri. Harga diri itu sendiri  fokusnya pertama-tama bukan pada sikap atau tindakan bangsa lain,  melainkan pada sikap para pemimpin terhadap anak-anak bangsanya sendiri.  Kalau pemimpin tidak menganggap satu nyawa warga berharga bagi bangsa,  bagaimana mungkin bangsa lain menghargai kita.
Bisa dipahami  kalau kemudian ada sekelompok warga Indonesia melakukan aksi melempar  kotoran ke kantor Kedutaan Besar Malaysia. Sebab, melempar kotoran di  kantor pemerintah dan DPR tiada guna lagi. Bagi mereka, devisa dan  gedung mewah lebih berarti daripada harga diri.
Akhir kata, sikap  lunak Presiden SBY terhadap Malaysia di tengah memburuknya perlindungan  TKI mengisyaratkan adanya persekongkolan antara Indonesia dan Malaysia  agar sistem jual beli TKI tetap aman terkendali.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2010/09/07/09294137/Persekongkolan.RIMalaysia-4
dilema
BalasHapusse7,.....bahwa TKI di Malaysia adalah korban perdagangan manusia.
BalasHapus